oleh
Sudikno Mertokusumo
Kalau kita bicara tentang peningkatan kesadaran hukum masyarakat, maka akan timbul pertanyaan: “Apakah kesadaran hukum masyarakat sudah sedemikian merosotnya, sehingga perlu ditingkatkan dan bagaimana cara meningkatkannya? Apa yang dapat kita konstatasi mengenai kesadaran hukum ini di dalam masyarakat?” Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu kiranya diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kesadaran hukum.
Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum (Lemaire, 1952; 46). Bahkan Krabbe mengatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum (v. Apeldoorn, 1954: 9). Menurut pendapatnya maka yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, maka undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat. Hal ini masih memerlukan kritik. Perlu kiranya diketahui bahwa Krabbe dan juga Kranenburg termasuk mereka yang mengembangkan teori tentang kesadaran hukum.
Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan (Scholten, 1954: 166) .
Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Bukankah hukum itu merupakan kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan manusia? Karena jumlah manusia itu banyak, maka kepentingannyapun banyak dan beraneka ragam pula serta bersifat dinamis. Oleh karena itu tidak mustahil akan terjadinya pertentangan antara kepentingan manusia. Kalau semua kepentingan manusia itu dapat dipenuhi tanpa terjadinya sengketa atau pertentangan, kalau segala sesuatu itu terjadi secara teratur tidak akan dipersoalkan apa hukum itu, apa hukumnya, siapa yang berhak atau siapa yang bersalah. Kalau terjadi seseorang dirugikan oleh orang lain, katakanlah dua orang pengendara sepeda motor saling bertabrakan, maka dapatlah dipastikan bahwa, kalau kedua pengendara itu masih dapat berdiri setelah jatuh bertabrakan, akan saling menuduh dengan mengatakan “Kamulah yang salah, kamulah yang melanggar peraturan lalu lintas” atau “Saya terpaksa melanggar peraturan lalu lintas karena kamu yang melanggar peraturan lalu lintas lebih dulu”. Kalau tidak terjadi tabrakan, kalau tidak terjadi pertentangan kepentingan, sekalipun semua pengendara kendaraan mengendarai kendaraannya simpang siur tidak teratur, selama tidak terjadi tabrakan, selama kepentingan manusia tidak terganggu, tidak akan ada orang yang mempersoalkan tentang hukum. Kepentingan-kepentingan manusia itu selalu diancam oleh segala macam bahaya: pencurian terhadap harta kekayaannya, pencemaran terhadap nama baiknya, pembunuhan dan sebagainya. Maka oleh karena itulah manusia memerlukan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingannya. Salah satu perlindungan kepentingan itu adalah hukum. Dikatakan salah satu oleh karena disamping hukum masih ada perlindungan kepentingan lain: kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan dan kaedah kesopanan.
Dari uraian tersebut di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa timbulnya hukum itu pada hakekatnya ialah karena terjadinya bentrok atau konfik antara kepentingan manusia atau “conflict of human interest” (Post dalam Soerjono Soekanto, 1975: 35)
Dalam melindungi kepentingannya masing-masing, maka manusia di dalam masyarakat harus mengingat, memperhitungkan, menjaga dan menghormati kepentingan manusia lain, jangan sampai terjadi pertentangan atau konflik yang merugikan orang lain. Tidak boleh kiranya dalam melindungi kepentingannya sendiri, dalam melaksanakan haknya, berbuat semaunya, sehingga merugikan kepentingan manusia lain (eigenrichtig).
Jadi kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain. Kesadaran hukum mengandung sikap tepo sliro atau toleransi. Kalau saya tidak mau diperlakukan demikian oleh orang lain, maka saya tidak boleh memperlakukan orang lain demikian pula, sekalipun saya sepenuhnya melaksanakan hak saya. Kalau saya tidak suka tetangga saya berbuat gaduh di malam hari dengan membunyikan radionya keras-keras, maka saya tidak boleh berbuat demikian juga. Tepo sliro berarti bahwa seseorang harus mengingat, memperhatikan, memperitungkan dan menghormati kepentingan orang lain dan terutama tidak merugikan orang lain. Penyalah gunaan hak atau abus de droit seperti misalnya mengendarai sepeda motor milik sendiri yang diperlengkapi dengan knalpot yang dibuat sedemikian sehingga mengeluarkan bunyi yang keras sehingga memekakan telinga jelas bertentangan dengan sikap tepo sliro.
Kesadaran akan kewajiban hukum tidak semata-mata berhubungan dengan kewajiban hukum terhadap ketentuan undang-undang saja, tidak berarti kewajiban untuk taat kepada undang-undang saja, tetapi juga kepada hukum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban hukum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang nyata. Kalau suatu peristtiwa terjadi secara terulang dengan teratur atau ajeg, maka lama-lama akan timbul pandangan atau anggapan bahwa memang demikianlah seharusnya atau seyogyanya dan hal ini akan menimbulkan pandangan atau kesadaran bahwa demikianlah hukumnya atau bahwa hal itu merupakan kewajiban hukum. Suatu peristiwa yang terjadi berturut-turut secara ajeg dan oleh karena itu lalu biasa dilakuan dan disebut kebiasaan, lama-ama akan mempunyai kekuatan mengikat (die normatieve Kraft des Faktischen).
Memang keadaan akan kewajiban hukum itu merupakan salah satu faktor untuk timbulnya hukum kebiasaan. Faktor lain untuk timbulya hukum kebiasaan ialah terjadinya sesuatu yang ajeg. Akan tetapi kesadaran akan kewajiban hukum tidak perlu menunggu sampai terjadinya suatu peristiwa secara berulang. Suatu peristiwa cukup terjadi sekali saja untuk dapat memperoleh kekuatan mengikat asal peristiwa yang hanya terjadi sekali saja itu cukup menyebabkan timbulnya kesadaran bahwa peristiwa atau perbuatan itu seyogyaya terjadi atau dilakukan.
Pada hakekatnya kesadaran hukum masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi poliitik dan sebagainya Sebagai pandangan hidup didalam masyarakat maka tidak bersifat perorangan atau subjektif, akan tetapi merupakan resultante dari kesadaran hukum yang bersifat subjektif.
Di muka telah diketengahkan bahwa ratio adanya hukum itu adalah “conflict of human interest”. Hukum baru dipersoalkan apabila justru hukum tidak terjadi, apabila hukum tidak ada.(onrecht) atau kebatilan. Kalau segala sesuatu berlangsung dengan tertib (bukankah tujuan hukum itu ketertiban?), maka tidak akan ada orang mempersoalkan tentang hukum. Baru kalau terjadi pelanggaran, sengketa, bentrokan atau “conflict of human interest”, maka dipersoalkan apa hukumnya, siapa yang berhak, siapa yang benar dan sebagainya.
Dengan demikian pula kiranya dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum pada hakekatnya bukanlah kesadaran akan hukum, tetapi terutama adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tidak hukum” atau “onrecht”. Memang kenyataannya ialah bahwa tentang kesadaran hukum itu baru dipersoalkan atau ramai dibicarakan dan dihebohkan di dalam surat kabar kalau justru kesadaran hukum itu merosot atau tidak ada, kalau terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum: pemalsuan ijazah, pembunuhan, korupsi, pungli, penodongan dan sebagainya.
Kesadaran hukum masyarakat dewasa ini
Judul karangan ini adalah meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Telah dikemukakan pula apa kesadaran hukum itu. Apakah kesadaran hukum masyarakat dewasa ini perlu ditingkatkan? Apakah sudah sedemikian merosotnya? Apakah yang dapat kita konstatasi didalam masyarakat dewasa ini yang berhubungan dengan kesadaran hukum?
Sesuai dengan apa yang telah dikemukan di atas, bahwa kesadaran hukum pada hakekatnya adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tidak hukum” atau “onrecht”, maka marilah kita lihat apakah di dalam masyarakat sekarang ini banyak terjadi hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang dinilai sebagai “tidak hukum” atau “onrecht”.
Akhir-akhir ini banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum. Kalau kita mengikuti berita-berita dalam surat kabar-surat kabar, maka boleh dikatakan tidak ada satu hari lewat di mana tidak dimuat berita tentang terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum, baik yang berupa pelanggaran-pelanggaran, kejahatan-kejahatan, maupun yang berupa perbuatan melawan hukum, ingkar janji atau penyalah gunaan hak. Berita-beria tenang penipuan, penjambretan penodongan pembunuhan, tabrak lari dan sebagainya setiap hari dapat kita baca di dalam surat kabar-surat kabar. Yang menyedihkan ialah bahwa tidak sedikit dari orang-orang yang tahu hukum melakukannya, baik ia petugas penegak hukum atau bukan.
Memang kriminalitas dewasa ini meningkat. Hal ini diakui juga oleh pihak kepolisian. Yang mencemaskan ialah bahwa meningkatnya kriminalitas bukan hanya dalam kuantitas atau volume saja, tetapi juga dalam kualitas atau intensitas. Kejahatan-kejahatan lebih terorganisir, lebih sadis serta di luar peri kemanusiaan: perampokan-perampokan yang dilakukan secara kejam terrhadap korban-korbannya tanpa membedakan apakah mereka anak-anak atau perempuan, pembunuhan-pembunuhan dengan memotong-motong tubuh korban. Rasanya tidak mau percaya kalau mengingat bahwa bangsa \Indonesia itu terkenal sebagai bangsa yang halus dan perasa serta cukup besar tepo selironya.
Tentang korupsi yang kata orang sudah ”membudaya” di Indonesia dan suap tidak terbilang banyaknya. Yang terakhir ini rupa-rupanya sudah ”membudaya” juga, sehingga orang mengikuti saja apa yang dilakukan oleh orang lain asal tercapai tujuannya. Setiap orang selalu ingin tujuannya tercapai Melihat orang lain melakukan penyuapan untuk mencapai tujuannya, takut kalau-kalau keinginannya tidak tercapai maka ia tepaksa melakukan penyuapan juga. Karena sudah terbiasa menerima suap maka si pejabat selalu akan mengharapkan. Dalam hal ini tidak jarang terjadi konflik antara tujuan yang harus dicapainya dengan hati nurani. Bentuk lain dari suap yang lebih kasar sifatnya adalah pungli atau pungutan liar yang banyak kita baca di dalam surat kabar dan dikecam sebagai perbuatan yang tercela.
Kita konstatasi juga bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat. Boleh dikatakan setiap hari terjadi kecelakaan lalu lintas. Sesungguhnya meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas tidak perlu terjadi seperti keadaan sekarang ini. Memang benar jumlah kendaraan bermotor meningkat, tetapi apabila para pemakai jalan raya terutama para pengendara kendaraan bermotor mentaati peraturan lalu lintas dan para petugas ketat mengawasinya serta sikapnya tegas dan konsekuen menghadapi pelanggaran-pelanggaran lalu lintas, kecelakaan lalu lintas tidak perlu terjadi seperti sekarang ini. Mengabaikan rambu-rambu lalu lintas terjadi setiap hari. Kendaraan umum dan terutama kendaraan bermotor beroda 2 sering membuat kesal dan gelisah pemakai jalan lainnya: kecuali dengan suara knalpot yang mempekakan telinga juga dengan cara mengendarai kendaraannya sehingga membahayakan lalu lintas. Pendek kata kesopanan lalu lintas diabaikan. Bukan hanya itu saja, tangggung jawab para pengendara kendaraan bermotor dapat dikatakan pada umumnya menurun: betapa banyaknya peristiwa tabrak lari. Ini berarti sikap yang tidak toleran dan melanggar kewajiban hukum, kewajiban untuk bersikap dan bertindak berhati-hati di dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain. Untuk sekedar memberi perbandingan dengan keadaan di zaman pendudukan Jepang: sekalipun pada waktu itu belum banyak kendaraan sepeda motor seperti sekarang, orang naik sepeda di malam hari pada umumnya menggunakan upet yang dinyalakan sebagai pengganti lampu penerangan karena lampu sepeda seperti yang banyak dijual sekarang tidak terdapat, sedangkan miyak tanahanpun sukar didapat juga. Fungsi upet ini adalah sebagai tanda bahwa ada orang mengendarai sepeda dan agar jangan sampai terjadi tabrakan. Ini menunjukkan adanya kesadaran akan kewajiban hukum, adanya toleransi dan sikap berhati-hati terhadap orang lain di dalam masyarakat. Sekarang banyak pengendara sepeda yang tidak memakai penerangan jalan di malam hari, jangankan pengendara sepeda, kendaraan bermotorpun tidak sedikit yang berjalan tanpa lampu di malam hari. Sangat disesalkan bahwa terhadap hal-hal tersebut tidak ada tindakan-tindakan yang tegas dari yang berwajib.
Di samping pelanggaran-pelanggaran peraturan hukum terjadi banyak penyalahgunaan hak atau wewenang. Menggunakan haknya secara berlebihan sehingga merugikan orang lain berarti menyalahgunaan hak. Komersialisasi jabatan misalnya pada hakekatnya merupakan penyalahgunaan hak. Penyalahgunaan hak banyak dilakukan oleh golongan tertentu atau pejabat-pejabat yang merasa boleh berbuat dan dimungkinkan dapat berbuat semaunya sendiri karena kedudukan atau jabatannya.
Dari segi pelaksanaan hukum (law enforcement) dapat dkatakan tidak ada ketegasan sikap dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum. Banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang tidak diusut. Tidak sedikit pengaduan-pengaduan dan laporan-laporan dari masyarakat tentang terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan kepada yang berwajib tidak ditanggapi atau dilayani. Banyak pegawai pengusut yang tidak wenang mendeponir perkara membiarkan perkara tidak diusut, sedangkan perkara perdata yang bukan wewenangnya diurusinya.
Peristiwa-peristiwa tersebut di atas hampir setiap hari kita baca di dalam surat kabar. Boleh dikatakan tidak ada berita di dalam surat kabar mengenai suatu daerah yang keadaannya serba teratur tidak ada pelanggaran, tidak ada kejahatan dan tidak pula ada sengketa. Tidak ada surat kabar yang memberitakan tentang suatu daerah yag oleh kidalang lazimnya digambarkan sebagai ”Panjang punjung pasir wukir loh jinawi gemah ripah karta tur raharja”.Kalau adapun maka selalu dihubungkan atau dibandingkan dengan tempat lain atau kedaan sebelumnya yang lebih buruk. Jadi bukan semata-mata hendak memberitahukan yang ”hukum”, tetapi yang menjadi ukuran adalah yang ”tidak hukum” (”onrecht”).
Ditinjau dari segi journalistik memang sensasilah yang dicari dalam pemberitaan, karena sensasi menarik perhatian para pembaca dan berita tentang pelanggaran dan peradilan selalu menarik perhatian.
Ditinjau dari segi hukum, maka makin banyaknya pemberitaan tentang pelanggaran hukum, kejahatan atau kebatilan berarti kesadaran akan makin banyak terjadinya ”onrecht”. Dengan makin banyaknya pelanggaran hukum makin berkurangnya toleransi dan sikap berhati-hati di dalam masyarakat, penyalahgunaan hak dan sebagainya dapatlah dikatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat dewasa ini menurun, yang mau tidak mau mengakibatkan merosotnya kewibawaan pemerintah juga. Menurunnya kesadaran hukum dalam hal ini berarti belum cukup tinggi. Kesadaran hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya.
Untuk dapat mengambil langkah-langkah guna mengatasi menurunnya kesadaran hukum masyarakat, perlu kiranya diketahui apakah kiranya yang dapat menjadi sebab-sebabnya.
Menurunnya kesadaran hukum masyarakat itu merupakan gejala perubahan di dalam masyarakat: perubahan sosial. Salah satu sebab perubahan sosial menurut Arnold M Rose (dalam Soerjono Soekanto, 1975: 35) adalah kontak atau konflik antar kebudayaan. Besarnya arus pariwisatawan yang mengalir ke Indonesia tidak sedikit pengaruhnya dalam merangsang perubahan-perubahan sosial. Pengaruh film terutama film luar negeri serta televisi, majalah atau bacaan-bacaan lainnya dengan adegan-adegan atau ceritera- ceritera yang sadistis tidak berperikemanusiaan atau asusila mempunyai peran penting dalam membantu menurunkan kesadaran hukum masyarakat.
Kurang tegas dan konsekuensinya para petugas penegak hukum terutama polisi, jaksa dan hakim dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum pada umumnya merupakan peluang terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan. Tidak adanya atau kurangnya pengawasan pada petugas penegak hukum merupakan perangsang menurunnya kesadaran hukum masyarakat.
Adanya golongan, pejabat-pejabat dan pemimpin-pemimpin tertentu yang seakan-akan kebal terhadap hukum karena mereka berbuat dan ”dapat” berbuat semaunya, menimbulkan kesadaran kepada kita bahwa tidak demikianlah seyogyanya.
Sistem pendidikan kita kiranya kurang menaruh perhatiannya dalam menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum.
Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan karena orang tidak melihat atau menyadari lagi bahwa hukum melindungi kepentingannya. Soerjono Soekanto menambahkan bahwa menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan juga karena para pejabat kurang menyadari akan kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya pengertian akan tujuannya serta fungsinya dalam pembangunan.
Cara-cara meningkatkan kesadaran hukum masyarakat
Tindakan atau cara apakah yang sekirarnya efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat? Tindakan drastis dengan misalnya memperberat ancaman hukum atau dengan lebih mengetatkan penataan ketaatan warga negara terhadap undang-undang saja, yang hanya bersifat insidentil dan kejutan, kiranya bukanlah merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi kesadaran hukum masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja.
Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada hakekatnya bukanlah semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi membina kesadaran hukum masyarakat.
Seperti yang telah diketengahkan di muka maka kesadaran hukum erat hubungannya dengan hukum, sedang hukum adalah produk kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu ”blueprint of behaviour” yang memberikan pedoman-pedoman tentang apa yang harus dilakukan boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Dengan demikian maka kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai. Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat. Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat usaha peningkatan dan pembinaan yang utama, efektif dan efisien ialah dengan pendidikan.
Pendidikan tidaklah merupakan suatu tindakan yang ”einmalig” atau insidentil sifatnya, tetapi merupakan suatu kegiatan yang kontinyu dan intensif dan terutama dalam hal pendidikan kesadaran hukum ini akan memakan waktu yang lama. Kiranya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan pendidikan yang intensif hasil peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum baru dapat kita lihat hasilnya yang memuaskan sekurang-kurangnya 18 atau 19 tahun lagi. Ini bukan suatu hal yang harus kita hadapi dengan pesimisme, tetapi harus kita sambut dengan tekad yang bulat untuk mensukseskannya. Dengan pendidikan sasarannya akan lebih kena secara intensif daripada cara lain yang bersifat drastis.
Pendidikan yang dimaksud di sini bukan semata-mata pendidikan formal disekolah-sekolah dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga pendidikan non formal di luar sekolah kepada masyarakat luas.
Yang harus ditanamkan baik dalam pendidikan formal maupun non formal ialah pada pokoknya tentang bagaimana menjadi masyarakat Indonesia yang baik, tentang apa hak serta kewajiban seorang warga negara Indonesia. Setiap warga negara harus tahu tentang undang-undang yang berlaku di negara kita. Tidak tahu undang-undang tidak merupakan alasan pemaaf : ignorantia legis excusat neminem. Asas ini yang lebih dikenal dengan kata-kata bahasa Belanda dengan ”iedereen wordt geacht de wet te kennen” berlaku di Indonesia harus ditanamkan dalam pendidikan tentang kesadaran hukum. Ini tidak hanya berarti mengenal undang-undang saja, tetapi mentaatinya, melaksanakannya, menegakkannya, dan mempertahankannya. Lebih lanjut ini berarti menanamkan pengertian bahwa di dalam pergaulan hidup kita tidak boleh melanggar hukum serta kewajiban hukum, tidak boleh berbuat merugikan orang lain dan harus bertindak berhati-hati di dalam masyarakat terhadap orang lain. Suatu pengertian yang pada hakekatnya sangat sederhana, tidak ”bombastis”, mudah dipahami dan diterima setiap orang. Sesuatu yang mudah dipahami dan diterima pada umumnya mudah pula untuk menyadarkan dan mengamalkannya.
Di Taman Kanak-kanak sudah tentu tidak mungkin ditanamkan pengertian-pengertian abstrak tentang hukum atau disuruh menghafalkan undang-undang. Yang harus ditanamkan kepada murid Taman Kanak-kanak ialah bagaimana berbuat baik terhadap teman sekelas atau orang lain, bagaimana mentaati peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekolah. Maka perlu kiranya di sekolah dipasang tanda-tanda larangan (verbodstekens) atau tanda-tanda perkenan (gebodstekens) berupa poster atau tanda-tanda bergambar lainnya yang menarik dan ibu guru harus mengadakan pengawasan serta menindak pelanggarnya dengan memberi ”hukuman”. Suatu taman mini lalu lintas pada tiap-tiap sekolah Taman Kanak-kanak akan membantu memupuk kesadaran hukum pada anak-anak. Yang penting dalam pendidikan di Taman Kanak-kanak ialah menanamkan pada anak-anak pengertian bahwa setiap orang harus berbuat baik dan bahwa larangan-larangan tidak boleh dilanggar dan si pelanggar pasti menerima akibatnya.
Di SD, SLTP dan SLTA hal tersebut di atas perlu ditanamkan lebih intensif lagi: hak dan kewajiban warga negara Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan Undang-undang Dasar, pasal-pasal yang penting dari KUHP, bagaimana cara memperoleh perlindungan hukum. Perlu diadakan peraturan-peraturan sekolah. Setiap pelanggar harus ditindak. Untuk itu dan juga untuk menanamkan ”sense of justice” pada murid-murid perlu dibentuk suatu ”dewan murid” dengan pengawasan guru yang akan mengadili pelanggar-pelanggar terhadap peraturan sekolah. Di samping buku pelajaran yang berhubungan dengan kesadaran hukum perlu diterbitkan juga buku-buku bacaan yang berisi cerita-cerita yang heroik.
Secara periodik perlu diadakan kampanye dalam bentuk pekan (pekan kesadaran hukum, pekan lalu lintas dan sebagainya) yang diisi dengan perlombaan-perlombaan (lomba mengarang, lomba membuat motto yang ada hubungannya dengan kesadaran hukum), pemilihan warga negara teladan terutama dihubungkan dengan ketaatan mematuhi peraturan-peraturan, pameran dan sebagainya.
Di Perguruan-perguruan Tinggi harus diberi pelajaran Pengantar Ilmu Hukum, yang disesuaikan dengan kebutuhan: PIH yang diberikan di Fakultas Teknik misalnya harus berbeda dengan yang diberikan di Fakultas Ekonomi atau Fakultas Hukum. Dalam memberi Pengantar Ilmu Hukum di semua Perguruan Tinggi hendaknya diketengahkan ”probleem situas”i yang konkrit dengan mengetengahkan ”res cottidianae” (= peristiwa sehari-hari), yaitu persoalan-persoalan yang terjadi setiap hari yang dimuat di dalam surat kabar terutama yang berhubungan dengan kesadaran hukum. Pada Fakultas-fakultas hukum hendaknya dibentuk seksi atau jurusan peradilan yang khusus mendidik para calon hakim, jaksa dan pengacara. Kecuali itu Fakultas Hukum ditugaskan pula untuk memberi penataran kepada para petugas penegak hukum. Perguruan Tinggi khususnya Fakultas Hukum mempunyi peranan penting dalam hal meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Menarik sekali pendapat Achmad Sanusi yang mengatakan bahwa Perguran Tinggi menghasilkan orang-orang yang diasumsikan mempunyai kesadaran hukum yang tinggi.
Pendidikan non formal ditujukan kepada masyarakat luas meliputi segala lapisan di dalam masyarakat. Pendidikan non formal ini dilakukan dengan peyuluhan atau penerangan, kampanye serta pameran.
Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan melalui segala bentuk mass media: televsii, radio, majalah, surat kabar dan sebagainya. Bahan bacaan, terutama ceritera bergambar atau strip yang bersifat heroik akan sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Buku pengangan (vademecum, handboek) yang berisi tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan \Undang-undang Dasar, pasa-pasal yang penting dalam KUHP, bagaimana caranya memperoleh perlindungan hukum perlu diterbitkan. Dalam buku ini harus ditanamkan rasa ”demuwe” dan ”sense of belonging”, yaitu agar merasa dan menyadari sebagai bangsa yang merdeka dan mempunyai negara yang merdeka pula. Buku vademecum untuk umum ini hendaknya ditulis secara populer dan sebaiknya dalam bentuk tanya jawab, seperti misalnya buku ”the USA answers questions, a guide to understanding” diterbitkan oleh Kenneth E. Beer atau ”Our Ameican Government the answers to one thousand and one questions” ditulis oleh Wright Patman seorang anggota Kongres.
Di tempat yang banyak dikunjugi oleh orang, seperti pasar, alun-alun, restoran, stasiun, terminal, stasiun udara, bioskop dan juga di perempatan-perempatan atau sepanjang jalan raya atau pada kendaraan-kendaraan umum dipasang atau ditempelkan poster-poster atau spandoek dengan motto yang berhubungan dengan kesadaran hukum.
Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan juga dengan ceramah yang diadakan di kecamatan-kecamatan atau di tempat tempat lain kepada golongan-golongan tertentu, misalnya para pemegang SIM, para pedagang, para narapidana dan sebagainya. Ceramah-ceramah ini harus diadakan secara sistematis dan periodik.
Di Amerika Serikat, suatu negara yang sudah maju, dikenal adanya ”Law Day” untuk membina kesadaran hukum masyarakat. Maka kiranya tidak berlebihan kalau kita mengadakan kampanye peningkatan kesadaran hukum masyarakat secara ajeg yang diisi dengan kegiatan-kegiatan yang disusun dan direncanakan secara ”planmatig” (terrencana), seperti ceramah-ceramah, pelbagai macam perlombaan, pemilihan warga negara teladan, pameran dan sebagainya. Suatu pameran mempunyai fungsi yang informatif edukatif. Maka tidak dapat disangkal peranannya yang positif dalam meningkatkan dan membina kesadaran hukum masyarakat. Tersedianya buku vademecum seperti yang telah diketengahkan di muka, brohure serta leaflets di samping diperlihatkan film, slide dan sebagainya yang merupakan visualisasi kesadaran hukum akan mempunyai daya tarik yang besar.
Pelaksanaan hukum
Adanya hukum itu adalah untuk ditaati, dilaksanakan atau ditegakkan. Pelaksanaan hukum atau law enforcement oleh petugas penegak hukum yang tegas, konsekuen, penuh dedikasi dan tanggung jawab akan membantu meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Tidak atau kurang adanya sikap yang tegas dan konsekuen dari para petugas penegak hukum, kurangnya dedikasi dan tanggung jawab akan minmbulkan sikap acuh ta’ acuh dari masyarakat dan memberi peluang serta perangsang untuk terjadinya ”onrecht”.
Setiap petugas penegak hukum harus bersikap tegas dan konsekuen terhadap setiap pelanggaran hukum yang terjadi. Tegas dan konsekuen dalam arti tidak ragu-ragu menindak setiap pelanggaran kapan saja dan di mana saja. Pengabdian dalam tugas dan rasa tanggung jawab merupakan persyaratan yang penting bagi setiap petugas penegak hukum.
Pelaksanaan hukum yang tegas dan konsekuen serta penuh dedikasi dan tanggung jawab akan menimbulkan rasa aman dan tenteram di dalam masyarakat. Orang tahu kepada siapa harus mencari perlindungan hukum dan dapat mengharapkan perlindungan hukum itu tanpa adanya kemungkinan akan dipersukar, tidak dilayani atau dipungut beaya yang tidak semestinya. Kalau sampai terjadi sebaliknya maka orang tidak akan merasa aman dan tenteram. Untuk mengadukan atau melaporkan suatu pelanggaran hukum saja segan karena tidak yakin akan dilayani dengan baik atau ditindak pelanggaran hukum yang dilaporkan itu.
Oleh karena itu maka perlu ada kontrol atau pengawasan terhadap para petugas penegak hukum dalam menjalankan tugasnya melaksanakan atau menegakkan hukum. Pengawasan ini tidak cukup dilakukan oleh pimpinan setempat saja, tetapi harus dilakukan juga oleh pimpinan pusat. Banyak hal-hal yang terjadi di daerah tidak diketahui atau lepas dari sorotan pimpinan pusat. Lebih-lebih mengingat banyaknya laporan-paporan ke pusat yang tidak sesuai dengan kenyataan. Maka oleh karena itu secara ajeg pimpinan dari pusat harus turun ke bawah.
Mengingat bahwa praktek hukum itu pada hakekatnya merupakan suatu chaos, tidak teratur secara sistematis dan merupakan ”sleur” sebagaimana sifat praktek pada umumnya, maka sekali-kali para petugas penegak hukum perlu ke luar dari suasana ”sleur” dari praktek untuk mendapatkan refreshing. Di dalam praktek hukum ada kecenderungan orang untuk mengabaikan teori dan sistem, maka oleh karena itu sangat penting fungsi penataran bagi para petugas penegak hukum.
Akhirnya demi suksesnya peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat masih diperlukan partisipasi dan kooperasi dari para pejabat dan pemimpin-pemimpin.
Achmad Sanusi, SH., Prof. Dt A.-,1977, Kesadaran hukum masyarakat, Hukum no.5 tahun ke 4 1977
Lemaire, Dr. L.W.G.-,1952, Het recht in Indonesie, NV Uitgeverij W v \Hoeve s’Gravenhage
Post, C. Gorden-, 1963, An introduction to the law, Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs
Scholten, Mr. Paul-, 1954, Algemeen /Deel,, NV Uitgeversmaatschappij W.E.J. Tjeenk Willink
Rose, Arnold M.-, 1975, The use of law to induce social change dalam Soerjono Soekanto: Beberapa permasalahan hukum dalam kerangka pembangunan di Indonesia, Yayasan Penerbit UI
Yogyakarta, 29 Juli 1978
Kertas kerja dalam rangka kerja sama Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum UGM dengan Kejaksaan Agung RI tahun 1978
Sudikno Mertokusumo
Kalau kita bicara tentang peningkatan kesadaran hukum masyarakat, maka akan timbul pertanyaan: “Apakah kesadaran hukum masyarakat sudah sedemikian merosotnya, sehingga perlu ditingkatkan dan bagaimana cara meningkatkannya? Apa yang dapat kita konstatasi mengenai kesadaran hukum ini di dalam masyarakat?” Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu kiranya diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kesadaran hukum.
Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum (Lemaire, 1952; 46). Bahkan Krabbe mengatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum (v. Apeldoorn, 1954: 9). Menurut pendapatnya maka yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, maka undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat. Hal ini masih memerlukan kritik. Perlu kiranya diketahui bahwa Krabbe dan juga Kranenburg termasuk mereka yang mengembangkan teori tentang kesadaran hukum.
Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan (Scholten, 1954: 166) .
Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Bukankah hukum itu merupakan kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan manusia? Karena jumlah manusia itu banyak, maka kepentingannyapun banyak dan beraneka ragam pula serta bersifat dinamis. Oleh karena itu tidak mustahil akan terjadinya pertentangan antara kepentingan manusia. Kalau semua kepentingan manusia itu dapat dipenuhi tanpa terjadinya sengketa atau pertentangan, kalau segala sesuatu itu terjadi secara teratur tidak akan dipersoalkan apa hukum itu, apa hukumnya, siapa yang berhak atau siapa yang bersalah. Kalau terjadi seseorang dirugikan oleh orang lain, katakanlah dua orang pengendara sepeda motor saling bertabrakan, maka dapatlah dipastikan bahwa, kalau kedua pengendara itu masih dapat berdiri setelah jatuh bertabrakan, akan saling menuduh dengan mengatakan “Kamulah yang salah, kamulah yang melanggar peraturan lalu lintas” atau “Saya terpaksa melanggar peraturan lalu lintas karena kamu yang melanggar peraturan lalu lintas lebih dulu”. Kalau tidak terjadi tabrakan, kalau tidak terjadi pertentangan kepentingan, sekalipun semua pengendara kendaraan mengendarai kendaraannya simpang siur tidak teratur, selama tidak terjadi tabrakan, selama kepentingan manusia tidak terganggu, tidak akan ada orang yang mempersoalkan tentang hukum. Kepentingan-kepentingan manusia itu selalu diancam oleh segala macam bahaya: pencurian terhadap harta kekayaannya, pencemaran terhadap nama baiknya, pembunuhan dan sebagainya. Maka oleh karena itulah manusia memerlukan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingannya. Salah satu perlindungan kepentingan itu adalah hukum. Dikatakan salah satu oleh karena disamping hukum masih ada perlindungan kepentingan lain: kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan dan kaedah kesopanan.
Dari uraian tersebut di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa timbulnya hukum itu pada hakekatnya ialah karena terjadinya bentrok atau konfik antara kepentingan manusia atau “conflict of human interest” (Post dalam Soerjono Soekanto, 1975: 35)
Dalam melindungi kepentingannya masing-masing, maka manusia di dalam masyarakat harus mengingat, memperhitungkan, menjaga dan menghormati kepentingan manusia lain, jangan sampai terjadi pertentangan atau konflik yang merugikan orang lain. Tidak boleh kiranya dalam melindungi kepentingannya sendiri, dalam melaksanakan haknya, berbuat semaunya, sehingga merugikan kepentingan manusia lain (eigenrichtig).
Jadi kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain. Kesadaran hukum mengandung sikap tepo sliro atau toleransi. Kalau saya tidak mau diperlakukan demikian oleh orang lain, maka saya tidak boleh memperlakukan orang lain demikian pula, sekalipun saya sepenuhnya melaksanakan hak saya. Kalau saya tidak suka tetangga saya berbuat gaduh di malam hari dengan membunyikan radionya keras-keras, maka saya tidak boleh berbuat demikian juga. Tepo sliro berarti bahwa seseorang harus mengingat, memperhatikan, memperitungkan dan menghormati kepentingan orang lain dan terutama tidak merugikan orang lain. Penyalah gunaan hak atau abus de droit seperti misalnya mengendarai sepeda motor milik sendiri yang diperlengkapi dengan knalpot yang dibuat sedemikian sehingga mengeluarkan bunyi yang keras sehingga memekakan telinga jelas bertentangan dengan sikap tepo sliro.
Kesadaran akan kewajiban hukum tidak semata-mata berhubungan dengan kewajiban hukum terhadap ketentuan undang-undang saja, tidak berarti kewajiban untuk taat kepada undang-undang saja, tetapi juga kepada hukum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban hukum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang nyata. Kalau suatu peristtiwa terjadi secara terulang dengan teratur atau ajeg, maka lama-lama akan timbul pandangan atau anggapan bahwa memang demikianlah seharusnya atau seyogyanya dan hal ini akan menimbulkan pandangan atau kesadaran bahwa demikianlah hukumnya atau bahwa hal itu merupakan kewajiban hukum. Suatu peristiwa yang terjadi berturut-turut secara ajeg dan oleh karena itu lalu biasa dilakuan dan disebut kebiasaan, lama-ama akan mempunyai kekuatan mengikat (die normatieve Kraft des Faktischen).
Memang keadaan akan kewajiban hukum itu merupakan salah satu faktor untuk timbulnya hukum kebiasaan. Faktor lain untuk timbulya hukum kebiasaan ialah terjadinya sesuatu yang ajeg. Akan tetapi kesadaran akan kewajiban hukum tidak perlu menunggu sampai terjadinya suatu peristiwa secara berulang. Suatu peristiwa cukup terjadi sekali saja untuk dapat memperoleh kekuatan mengikat asal peristiwa yang hanya terjadi sekali saja itu cukup menyebabkan timbulnya kesadaran bahwa peristiwa atau perbuatan itu seyogyaya terjadi atau dilakukan.
Pada hakekatnya kesadaran hukum masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi poliitik dan sebagainya Sebagai pandangan hidup didalam masyarakat maka tidak bersifat perorangan atau subjektif, akan tetapi merupakan resultante dari kesadaran hukum yang bersifat subjektif.
Di muka telah diketengahkan bahwa ratio adanya hukum itu adalah “conflict of human interest”. Hukum baru dipersoalkan apabila justru hukum tidak terjadi, apabila hukum tidak ada.(onrecht) atau kebatilan. Kalau segala sesuatu berlangsung dengan tertib (bukankah tujuan hukum itu ketertiban?), maka tidak akan ada orang mempersoalkan tentang hukum. Baru kalau terjadi pelanggaran, sengketa, bentrokan atau “conflict of human interest”, maka dipersoalkan apa hukumnya, siapa yang berhak, siapa yang benar dan sebagainya.
Dengan demikian pula kiranya dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum pada hakekatnya bukanlah kesadaran akan hukum, tetapi terutama adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tidak hukum” atau “onrecht”. Memang kenyataannya ialah bahwa tentang kesadaran hukum itu baru dipersoalkan atau ramai dibicarakan dan dihebohkan di dalam surat kabar kalau justru kesadaran hukum itu merosot atau tidak ada, kalau terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum: pemalsuan ijazah, pembunuhan, korupsi, pungli, penodongan dan sebagainya.
Kesadaran hukum masyarakat dewasa ini
Judul karangan ini adalah meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Telah dikemukakan pula apa kesadaran hukum itu. Apakah kesadaran hukum masyarakat dewasa ini perlu ditingkatkan? Apakah sudah sedemikian merosotnya? Apakah yang dapat kita konstatasi didalam masyarakat dewasa ini yang berhubungan dengan kesadaran hukum?
Sesuai dengan apa yang telah dikemukan di atas, bahwa kesadaran hukum pada hakekatnya adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tidak hukum” atau “onrecht”, maka marilah kita lihat apakah di dalam masyarakat sekarang ini banyak terjadi hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang dinilai sebagai “tidak hukum” atau “onrecht”.
Akhir-akhir ini banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum. Kalau kita mengikuti berita-berita dalam surat kabar-surat kabar, maka boleh dikatakan tidak ada satu hari lewat di mana tidak dimuat berita tentang terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum, baik yang berupa pelanggaran-pelanggaran, kejahatan-kejahatan, maupun yang berupa perbuatan melawan hukum, ingkar janji atau penyalah gunaan hak. Berita-beria tenang penipuan, penjambretan penodongan pembunuhan, tabrak lari dan sebagainya setiap hari dapat kita baca di dalam surat kabar-surat kabar. Yang menyedihkan ialah bahwa tidak sedikit dari orang-orang yang tahu hukum melakukannya, baik ia petugas penegak hukum atau bukan.
Memang kriminalitas dewasa ini meningkat. Hal ini diakui juga oleh pihak kepolisian. Yang mencemaskan ialah bahwa meningkatnya kriminalitas bukan hanya dalam kuantitas atau volume saja, tetapi juga dalam kualitas atau intensitas. Kejahatan-kejahatan lebih terorganisir, lebih sadis serta di luar peri kemanusiaan: perampokan-perampokan yang dilakukan secara kejam terrhadap korban-korbannya tanpa membedakan apakah mereka anak-anak atau perempuan, pembunuhan-pembunuhan dengan memotong-motong tubuh korban. Rasanya tidak mau percaya kalau mengingat bahwa bangsa \Indonesia itu terkenal sebagai bangsa yang halus dan perasa serta cukup besar tepo selironya.
Tentang korupsi yang kata orang sudah ”membudaya” di Indonesia dan suap tidak terbilang banyaknya. Yang terakhir ini rupa-rupanya sudah ”membudaya” juga, sehingga orang mengikuti saja apa yang dilakukan oleh orang lain asal tercapai tujuannya. Setiap orang selalu ingin tujuannya tercapai Melihat orang lain melakukan penyuapan untuk mencapai tujuannya, takut kalau-kalau keinginannya tidak tercapai maka ia tepaksa melakukan penyuapan juga. Karena sudah terbiasa menerima suap maka si pejabat selalu akan mengharapkan. Dalam hal ini tidak jarang terjadi konflik antara tujuan yang harus dicapainya dengan hati nurani. Bentuk lain dari suap yang lebih kasar sifatnya adalah pungli atau pungutan liar yang banyak kita baca di dalam surat kabar dan dikecam sebagai perbuatan yang tercela.
Kita konstatasi juga bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat. Boleh dikatakan setiap hari terjadi kecelakaan lalu lintas. Sesungguhnya meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas tidak perlu terjadi seperti keadaan sekarang ini. Memang benar jumlah kendaraan bermotor meningkat, tetapi apabila para pemakai jalan raya terutama para pengendara kendaraan bermotor mentaati peraturan lalu lintas dan para petugas ketat mengawasinya serta sikapnya tegas dan konsekuen menghadapi pelanggaran-pelanggaran lalu lintas, kecelakaan lalu lintas tidak perlu terjadi seperti sekarang ini. Mengabaikan rambu-rambu lalu lintas terjadi setiap hari. Kendaraan umum dan terutama kendaraan bermotor beroda 2 sering membuat kesal dan gelisah pemakai jalan lainnya: kecuali dengan suara knalpot yang mempekakan telinga juga dengan cara mengendarai kendaraannya sehingga membahayakan lalu lintas. Pendek kata kesopanan lalu lintas diabaikan. Bukan hanya itu saja, tangggung jawab para pengendara kendaraan bermotor dapat dikatakan pada umumnya menurun: betapa banyaknya peristiwa tabrak lari. Ini berarti sikap yang tidak toleran dan melanggar kewajiban hukum, kewajiban untuk bersikap dan bertindak berhati-hati di dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain. Untuk sekedar memberi perbandingan dengan keadaan di zaman pendudukan Jepang: sekalipun pada waktu itu belum banyak kendaraan sepeda motor seperti sekarang, orang naik sepeda di malam hari pada umumnya menggunakan upet yang dinyalakan sebagai pengganti lampu penerangan karena lampu sepeda seperti yang banyak dijual sekarang tidak terdapat, sedangkan miyak tanahanpun sukar didapat juga. Fungsi upet ini adalah sebagai tanda bahwa ada orang mengendarai sepeda dan agar jangan sampai terjadi tabrakan. Ini menunjukkan adanya kesadaran akan kewajiban hukum, adanya toleransi dan sikap berhati-hati terhadap orang lain di dalam masyarakat. Sekarang banyak pengendara sepeda yang tidak memakai penerangan jalan di malam hari, jangankan pengendara sepeda, kendaraan bermotorpun tidak sedikit yang berjalan tanpa lampu di malam hari. Sangat disesalkan bahwa terhadap hal-hal tersebut tidak ada tindakan-tindakan yang tegas dari yang berwajib.
Di samping pelanggaran-pelanggaran peraturan hukum terjadi banyak penyalahgunaan hak atau wewenang. Menggunakan haknya secara berlebihan sehingga merugikan orang lain berarti menyalahgunaan hak. Komersialisasi jabatan misalnya pada hakekatnya merupakan penyalahgunaan hak. Penyalahgunaan hak banyak dilakukan oleh golongan tertentu atau pejabat-pejabat yang merasa boleh berbuat dan dimungkinkan dapat berbuat semaunya sendiri karena kedudukan atau jabatannya.
Dari segi pelaksanaan hukum (law enforcement) dapat dkatakan tidak ada ketegasan sikap dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum. Banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang tidak diusut. Tidak sedikit pengaduan-pengaduan dan laporan-laporan dari masyarakat tentang terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan kepada yang berwajib tidak ditanggapi atau dilayani. Banyak pegawai pengusut yang tidak wenang mendeponir perkara membiarkan perkara tidak diusut, sedangkan perkara perdata yang bukan wewenangnya diurusinya.
Peristiwa-peristiwa tersebut di atas hampir setiap hari kita baca di dalam surat kabar. Boleh dikatakan tidak ada berita di dalam surat kabar mengenai suatu daerah yang keadaannya serba teratur tidak ada pelanggaran, tidak ada kejahatan dan tidak pula ada sengketa. Tidak ada surat kabar yang memberitakan tentang suatu daerah yag oleh kidalang lazimnya digambarkan sebagai ”Panjang punjung pasir wukir loh jinawi gemah ripah karta tur raharja”.Kalau adapun maka selalu dihubungkan atau dibandingkan dengan tempat lain atau kedaan sebelumnya yang lebih buruk. Jadi bukan semata-mata hendak memberitahukan yang ”hukum”, tetapi yang menjadi ukuran adalah yang ”tidak hukum” (”onrecht”).
Ditinjau dari segi journalistik memang sensasilah yang dicari dalam pemberitaan, karena sensasi menarik perhatian para pembaca dan berita tentang pelanggaran dan peradilan selalu menarik perhatian.
Ditinjau dari segi hukum, maka makin banyaknya pemberitaan tentang pelanggaran hukum, kejahatan atau kebatilan berarti kesadaran akan makin banyak terjadinya ”onrecht”. Dengan makin banyaknya pelanggaran hukum makin berkurangnya toleransi dan sikap berhati-hati di dalam masyarakat, penyalahgunaan hak dan sebagainya dapatlah dikatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat dewasa ini menurun, yang mau tidak mau mengakibatkan merosotnya kewibawaan pemerintah juga. Menurunnya kesadaran hukum dalam hal ini berarti belum cukup tinggi. Kesadaran hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya.
Untuk dapat mengambil langkah-langkah guna mengatasi menurunnya kesadaran hukum masyarakat, perlu kiranya diketahui apakah kiranya yang dapat menjadi sebab-sebabnya.
Menurunnya kesadaran hukum masyarakat itu merupakan gejala perubahan di dalam masyarakat: perubahan sosial. Salah satu sebab perubahan sosial menurut Arnold M Rose (dalam Soerjono Soekanto, 1975: 35) adalah kontak atau konflik antar kebudayaan. Besarnya arus pariwisatawan yang mengalir ke Indonesia tidak sedikit pengaruhnya dalam merangsang perubahan-perubahan sosial. Pengaruh film terutama film luar negeri serta televisi, majalah atau bacaan-bacaan lainnya dengan adegan-adegan atau ceritera- ceritera yang sadistis tidak berperikemanusiaan atau asusila mempunyai peran penting dalam membantu menurunkan kesadaran hukum masyarakat.
Kurang tegas dan konsekuensinya para petugas penegak hukum terutama polisi, jaksa dan hakim dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum pada umumnya merupakan peluang terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan. Tidak adanya atau kurangnya pengawasan pada petugas penegak hukum merupakan perangsang menurunnya kesadaran hukum masyarakat.
Adanya golongan, pejabat-pejabat dan pemimpin-pemimpin tertentu yang seakan-akan kebal terhadap hukum karena mereka berbuat dan ”dapat” berbuat semaunya, menimbulkan kesadaran kepada kita bahwa tidak demikianlah seyogyanya.
Sistem pendidikan kita kiranya kurang menaruh perhatiannya dalam menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum.
Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan karena orang tidak melihat atau menyadari lagi bahwa hukum melindungi kepentingannya. Soerjono Soekanto menambahkan bahwa menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan juga karena para pejabat kurang menyadari akan kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya pengertian akan tujuannya serta fungsinya dalam pembangunan.
Cara-cara meningkatkan kesadaran hukum masyarakat
Tindakan atau cara apakah yang sekirarnya efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat? Tindakan drastis dengan misalnya memperberat ancaman hukum atau dengan lebih mengetatkan penataan ketaatan warga negara terhadap undang-undang saja, yang hanya bersifat insidentil dan kejutan, kiranya bukanlah merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi kesadaran hukum masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja.
Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada hakekatnya bukanlah semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi membina kesadaran hukum masyarakat.
Seperti yang telah diketengahkan di muka maka kesadaran hukum erat hubungannya dengan hukum, sedang hukum adalah produk kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu ”blueprint of behaviour” yang memberikan pedoman-pedoman tentang apa yang harus dilakukan boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Dengan demikian maka kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai. Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat. Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat usaha peningkatan dan pembinaan yang utama, efektif dan efisien ialah dengan pendidikan.
Pendidikan tidaklah merupakan suatu tindakan yang ”einmalig” atau insidentil sifatnya, tetapi merupakan suatu kegiatan yang kontinyu dan intensif dan terutama dalam hal pendidikan kesadaran hukum ini akan memakan waktu yang lama. Kiranya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan pendidikan yang intensif hasil peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum baru dapat kita lihat hasilnya yang memuaskan sekurang-kurangnya 18 atau 19 tahun lagi. Ini bukan suatu hal yang harus kita hadapi dengan pesimisme, tetapi harus kita sambut dengan tekad yang bulat untuk mensukseskannya. Dengan pendidikan sasarannya akan lebih kena secara intensif daripada cara lain yang bersifat drastis.
Pendidikan yang dimaksud di sini bukan semata-mata pendidikan formal disekolah-sekolah dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga pendidikan non formal di luar sekolah kepada masyarakat luas.
Yang harus ditanamkan baik dalam pendidikan formal maupun non formal ialah pada pokoknya tentang bagaimana menjadi masyarakat Indonesia yang baik, tentang apa hak serta kewajiban seorang warga negara Indonesia. Setiap warga negara harus tahu tentang undang-undang yang berlaku di negara kita. Tidak tahu undang-undang tidak merupakan alasan pemaaf : ignorantia legis excusat neminem. Asas ini yang lebih dikenal dengan kata-kata bahasa Belanda dengan ”iedereen wordt geacht de wet te kennen” berlaku di Indonesia harus ditanamkan dalam pendidikan tentang kesadaran hukum. Ini tidak hanya berarti mengenal undang-undang saja, tetapi mentaatinya, melaksanakannya, menegakkannya, dan mempertahankannya. Lebih lanjut ini berarti menanamkan pengertian bahwa di dalam pergaulan hidup kita tidak boleh melanggar hukum serta kewajiban hukum, tidak boleh berbuat merugikan orang lain dan harus bertindak berhati-hati di dalam masyarakat terhadap orang lain. Suatu pengertian yang pada hakekatnya sangat sederhana, tidak ”bombastis”, mudah dipahami dan diterima setiap orang. Sesuatu yang mudah dipahami dan diterima pada umumnya mudah pula untuk menyadarkan dan mengamalkannya.
Di Taman Kanak-kanak sudah tentu tidak mungkin ditanamkan pengertian-pengertian abstrak tentang hukum atau disuruh menghafalkan undang-undang. Yang harus ditanamkan kepada murid Taman Kanak-kanak ialah bagaimana berbuat baik terhadap teman sekelas atau orang lain, bagaimana mentaati peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekolah. Maka perlu kiranya di sekolah dipasang tanda-tanda larangan (verbodstekens) atau tanda-tanda perkenan (gebodstekens) berupa poster atau tanda-tanda bergambar lainnya yang menarik dan ibu guru harus mengadakan pengawasan serta menindak pelanggarnya dengan memberi ”hukuman”. Suatu taman mini lalu lintas pada tiap-tiap sekolah Taman Kanak-kanak akan membantu memupuk kesadaran hukum pada anak-anak. Yang penting dalam pendidikan di Taman Kanak-kanak ialah menanamkan pada anak-anak pengertian bahwa setiap orang harus berbuat baik dan bahwa larangan-larangan tidak boleh dilanggar dan si pelanggar pasti menerima akibatnya.
Di SD, SLTP dan SLTA hal tersebut di atas perlu ditanamkan lebih intensif lagi: hak dan kewajiban warga negara Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan Undang-undang Dasar, pasal-pasal yang penting dari KUHP, bagaimana cara memperoleh perlindungan hukum. Perlu diadakan peraturan-peraturan sekolah. Setiap pelanggar harus ditindak. Untuk itu dan juga untuk menanamkan ”sense of justice” pada murid-murid perlu dibentuk suatu ”dewan murid” dengan pengawasan guru yang akan mengadili pelanggar-pelanggar terhadap peraturan sekolah. Di samping buku pelajaran yang berhubungan dengan kesadaran hukum perlu diterbitkan juga buku-buku bacaan yang berisi cerita-cerita yang heroik.
Secara periodik perlu diadakan kampanye dalam bentuk pekan (pekan kesadaran hukum, pekan lalu lintas dan sebagainya) yang diisi dengan perlombaan-perlombaan (lomba mengarang, lomba membuat motto yang ada hubungannya dengan kesadaran hukum), pemilihan warga negara teladan terutama dihubungkan dengan ketaatan mematuhi peraturan-peraturan, pameran dan sebagainya.
Di Perguruan-perguruan Tinggi harus diberi pelajaran Pengantar Ilmu Hukum, yang disesuaikan dengan kebutuhan: PIH yang diberikan di Fakultas Teknik misalnya harus berbeda dengan yang diberikan di Fakultas Ekonomi atau Fakultas Hukum. Dalam memberi Pengantar Ilmu Hukum di semua Perguruan Tinggi hendaknya diketengahkan ”probleem situas”i yang konkrit dengan mengetengahkan ”res cottidianae” (= peristiwa sehari-hari), yaitu persoalan-persoalan yang terjadi setiap hari yang dimuat di dalam surat kabar terutama yang berhubungan dengan kesadaran hukum. Pada Fakultas-fakultas hukum hendaknya dibentuk seksi atau jurusan peradilan yang khusus mendidik para calon hakim, jaksa dan pengacara. Kecuali itu Fakultas Hukum ditugaskan pula untuk memberi penataran kepada para petugas penegak hukum. Perguruan Tinggi khususnya Fakultas Hukum mempunyi peranan penting dalam hal meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Menarik sekali pendapat Achmad Sanusi yang mengatakan bahwa Perguran Tinggi menghasilkan orang-orang yang diasumsikan mempunyai kesadaran hukum yang tinggi.
Pendidikan non formal ditujukan kepada masyarakat luas meliputi segala lapisan di dalam masyarakat. Pendidikan non formal ini dilakukan dengan peyuluhan atau penerangan, kampanye serta pameran.
Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan melalui segala bentuk mass media: televsii, radio, majalah, surat kabar dan sebagainya. Bahan bacaan, terutama ceritera bergambar atau strip yang bersifat heroik akan sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Buku pengangan (vademecum, handboek) yang berisi tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan \Undang-undang Dasar, pasa-pasal yang penting dalam KUHP, bagaimana caranya memperoleh perlindungan hukum perlu diterbitkan. Dalam buku ini harus ditanamkan rasa ”demuwe” dan ”sense of belonging”, yaitu agar merasa dan menyadari sebagai bangsa yang merdeka dan mempunyai negara yang merdeka pula. Buku vademecum untuk umum ini hendaknya ditulis secara populer dan sebaiknya dalam bentuk tanya jawab, seperti misalnya buku ”the USA answers questions, a guide to understanding” diterbitkan oleh Kenneth E. Beer atau ”Our Ameican Government the answers to one thousand and one questions” ditulis oleh Wright Patman seorang anggota Kongres.
Di tempat yang banyak dikunjugi oleh orang, seperti pasar, alun-alun, restoran, stasiun, terminal, stasiun udara, bioskop dan juga di perempatan-perempatan atau sepanjang jalan raya atau pada kendaraan-kendaraan umum dipasang atau ditempelkan poster-poster atau spandoek dengan motto yang berhubungan dengan kesadaran hukum.
Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan juga dengan ceramah yang diadakan di kecamatan-kecamatan atau di tempat tempat lain kepada golongan-golongan tertentu, misalnya para pemegang SIM, para pedagang, para narapidana dan sebagainya. Ceramah-ceramah ini harus diadakan secara sistematis dan periodik.
Di Amerika Serikat, suatu negara yang sudah maju, dikenal adanya ”Law Day” untuk membina kesadaran hukum masyarakat. Maka kiranya tidak berlebihan kalau kita mengadakan kampanye peningkatan kesadaran hukum masyarakat secara ajeg yang diisi dengan kegiatan-kegiatan yang disusun dan direncanakan secara ”planmatig” (terrencana), seperti ceramah-ceramah, pelbagai macam perlombaan, pemilihan warga negara teladan, pameran dan sebagainya. Suatu pameran mempunyai fungsi yang informatif edukatif. Maka tidak dapat disangkal peranannya yang positif dalam meningkatkan dan membina kesadaran hukum masyarakat. Tersedianya buku vademecum seperti yang telah diketengahkan di muka, brohure serta leaflets di samping diperlihatkan film, slide dan sebagainya yang merupakan visualisasi kesadaran hukum akan mempunyai daya tarik yang besar.
Pelaksanaan hukum
Adanya hukum itu adalah untuk ditaati, dilaksanakan atau ditegakkan. Pelaksanaan hukum atau law enforcement oleh petugas penegak hukum yang tegas, konsekuen, penuh dedikasi dan tanggung jawab akan membantu meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Tidak atau kurang adanya sikap yang tegas dan konsekuen dari para petugas penegak hukum, kurangnya dedikasi dan tanggung jawab akan minmbulkan sikap acuh ta’ acuh dari masyarakat dan memberi peluang serta perangsang untuk terjadinya ”onrecht”.
Setiap petugas penegak hukum harus bersikap tegas dan konsekuen terhadap setiap pelanggaran hukum yang terjadi. Tegas dan konsekuen dalam arti tidak ragu-ragu menindak setiap pelanggaran kapan saja dan di mana saja. Pengabdian dalam tugas dan rasa tanggung jawab merupakan persyaratan yang penting bagi setiap petugas penegak hukum.
Pelaksanaan hukum yang tegas dan konsekuen serta penuh dedikasi dan tanggung jawab akan menimbulkan rasa aman dan tenteram di dalam masyarakat. Orang tahu kepada siapa harus mencari perlindungan hukum dan dapat mengharapkan perlindungan hukum itu tanpa adanya kemungkinan akan dipersukar, tidak dilayani atau dipungut beaya yang tidak semestinya. Kalau sampai terjadi sebaliknya maka orang tidak akan merasa aman dan tenteram. Untuk mengadukan atau melaporkan suatu pelanggaran hukum saja segan karena tidak yakin akan dilayani dengan baik atau ditindak pelanggaran hukum yang dilaporkan itu.
Oleh karena itu maka perlu ada kontrol atau pengawasan terhadap para petugas penegak hukum dalam menjalankan tugasnya melaksanakan atau menegakkan hukum. Pengawasan ini tidak cukup dilakukan oleh pimpinan setempat saja, tetapi harus dilakukan juga oleh pimpinan pusat. Banyak hal-hal yang terjadi di daerah tidak diketahui atau lepas dari sorotan pimpinan pusat. Lebih-lebih mengingat banyaknya laporan-paporan ke pusat yang tidak sesuai dengan kenyataan. Maka oleh karena itu secara ajeg pimpinan dari pusat harus turun ke bawah.
Mengingat bahwa praktek hukum itu pada hakekatnya merupakan suatu chaos, tidak teratur secara sistematis dan merupakan ”sleur” sebagaimana sifat praktek pada umumnya, maka sekali-kali para petugas penegak hukum perlu ke luar dari suasana ”sleur” dari praktek untuk mendapatkan refreshing. Di dalam praktek hukum ada kecenderungan orang untuk mengabaikan teori dan sistem, maka oleh karena itu sangat penting fungsi penataran bagi para petugas penegak hukum.
Akhirnya demi suksesnya peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat masih diperlukan partisipasi dan kooperasi dari para pejabat dan pemimpin-pemimpin.
Achmad Sanusi, SH., Prof. Dt A.-,1977, Kesadaran hukum masyarakat, Hukum no.5 tahun ke 4 1977
Lemaire, Dr. L.W.G.-,1952, Het recht in Indonesie, NV Uitgeverij W v \Hoeve s’Gravenhage
Post, C. Gorden-, 1963, An introduction to the law, Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs
Scholten, Mr. Paul-, 1954, Algemeen /Deel,, NV Uitgeversmaatschappij W.E.J. Tjeenk Willink
Rose, Arnold M.-, 1975, The use of law to induce social change dalam Soerjono Soekanto: Beberapa permasalahan hukum dalam kerangka pembangunan di Indonesia, Yayasan Penerbit UI
Yogyakarta, 29 Juli 1978
Kertas kerja dalam rangka kerja sama Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum UGM dengan Kejaksaan Agung RI tahun 1978
13 komentar:
semoga warga negara indonesia dapat mengenal konstitusi negara kita dengan baik dan benar>
Mohon ijin Pak,untuk saya copi,untuk sumber bahan buat karya tulis.
Mohon izin Copy ya Pak buat Bahan Referensi ...Terima Kasih
mohon izin copy buat bahan makalah
mohon ijin copy , untuk tugas kuliah yang sedang saya susun...terima kasih
mohon ijin copy pak untuk memenuhi tugas kuliah
dengan hormat pak ,saya mohon ijin untuk mengcopy untuk tugas sekolah
iziin share, sebagai pencerahan hukum bagi masyarakat miskin yang mencari keadilan.#lbh45Banten.
MOHON IZIN UNTUK SAYA CUPY BAHAN UNTUK KARYA TULIS
izin copy ya soal nya buat tugas
Mohon izin copy,sebagai isi majalah sekolah
izin copy untuk bahan referensi makalah saya:)
Izin copy untuk tugas pembelajaran hukum ,terimakasih
Posting Komentar