Sabtu, 22 Maret 2008

METODE ILMU HUKUM

oleh Sudikno Mertokusumo

Untuk mengakhiri studinya para mahasiswa hukum Strata 2 diwajibkan menulis tesis. Penulisan tesis ini harus dilandasi dengan suatu penelitian hukum yang harus didukung oleh metode penelitian hukum. Sudah banyak buku-buku tentang metode penelitian hukum, bahkan telah ada kuliah tersendiri tentang metode penelitian hukum. Akan tetapi tentang metode ilmu hukum kiranya tidak banyak ditulis atau kurang banyak mendapat perhatian atau memang dianggap sudah diketahui. Metode penelitian hukum berbeda dengan metode ilmu hukum. Apa metode ilmu hukum itu?

Tujuan setiap ilmu pada dasarnya adalah mencari atau merumuskan sistem dan memecahkan masalah. Setiap ilmu itu mengumpulkan bahan-bahan atau material, menyusunnya secara sitematis menurut sistem tertentu, menjelaskannya secara (sistematis) logis dan memecahkan permasalahan. Adapun yang dimaksudkan dengan sistem adalah suatu kesatuan yang terstruktur (a structured whole) yang terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang selalu mengadakan interaksi satu sama lain. Interaksi memungkinkan terjadinya konflik dan sistem hukum tidak akan membiarkan konflik itu terjadi berlarut-larut dengan menyediakan asas hukum untuk mengatsi konflik tersebut. Hukum merupakan sistem yang abstrak atau normatif.
Jadi untuk memperoleh suatu ilmu diperlukan suatu cara atau metode. Kata metode berasal dari kata Yunani metodos yang terdiri dari kata meta, yang berarti munuju, melalui, mengikuti dan hodos yang berarti penelitian, uraian ilmiah. Metode ilmiah adalah sistem aturan atau cara yang menentukan jalan untuk mencapai pengertian baru pada bidang ilmu pengetahuan tertentu (Bakker, 1984: 10). Jadi metode ilmiah (scientific method) adalah suatu sistem atau cara untuk menghimpun, menyusunnya secara sistematis bahan-bahan atau material tersebut dan menjelaskannya serta memecahkan permasalahan-permasalahan untuk memperoleh suatu pengetahuan.
Syarat ilmiah suatu tulisan ilmiah sekurang-kurangnnya adalah bahwa penyusunan materinya harus sistematis, penjelasannya harus logis dan menggunakan penalaran yang induktif atau deduktif.
Sekalipun tujuan ilmu itu pada dasarnya sama, tetapi materialnya atau bahan-bahannya tidak sama, sehingga metodenya pun tidak sama. Ilmu hukum berbeda dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu hukum materialnya adalah bahan-bahan hukum. Inilah antara lain yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain.

Untuk mengetahui metode ilmu hukum perlu kiranya diketahui apa ilmu hukum itu serta ciri-cirinya.
Terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi tentang ilmu hukum dari beberapa penulis. Menurut Meijers ilmu hukum atau dogmatik hukum adalah pengolahan atau penggarapan peraturan-peraturan atau asas hukum secara ilmiah semata-mata dengan bantuan logika (1903: 15) dan menurut Fockema Andreae (1983) ilmu hukum adalah cabang ilmu hukum yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara peraturan hukum yang satu dengan yang lain, mengaturnya dalam satu sistem dan mengumpulkan darinya aturan baru serta pemecahan persoalan tertentu, sedangkan menurut Gijssels ilmu hukum adalah cabang ilmu hukum positif yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama dalam waktu tertentu dari sudut pandang normatif yang bersifat yuridis maupun non yuridis (1982: 75). Dari apa yang dikemukakan oleh tiga ahli di atas dapat kiranya disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah.
Apakah ilmu hukum itu ilmu? Di dalam literatur ilmu hukum sering dianggap bukan ilmu, bahkan dianggap sebagai seni tentang yang baik dan patut, ars boni et aequi. Ilmu hukum dianggap bukan ilmu dalam arti bukan merupakan ilmu tentang das Sein (Seinwissenschaft) oleh karena tidak bebas nilai, tidak menggunakan metode positif ilmiah dan bersifat normatif. Akan tetapi ilmu hukum atau dogmatik hukum adalah ilmu, yaitu ilmu tentang das Sollen: Sollenwissenschaft.

Sifat metode ilmu hukum menurut standaardnya mempunyai dua fungsi. Metode ilmu hukum itu dianggap sebagai metode yang ditujukan kepada realisasi tujuan yang praktis maupun yang teoretis dan sebagai metode yang tidak hanya digunakan di dalam ilmu hukum, tetapi juga di dalam praktek hukum (v.der Velde, 1988:16).

Ilmu hukum sekurang-kurangnya menunjukkan ciri atau sifat sebagai berikut.
a. Ilmu hukum bersifat dogmatis.
Ilmu hukum lebih dikenal dengan dogmatik hukum atau ilmu hukum dogmatik. Mengapa ilmu hukum disebut sebagai dogmatik hukum ialah oleh karena ilmu hukum mempelajari hukum positif, sedang hukum positif dianggap sebagai dogma, dianggap sebagai sesuatu yang tidak boleh dibuktikan lebih lanjut, tidak boleh diganggu-gugat. Bukan berarti bahwa hukum positif itu sama sekali tidak boleh diubah, akan tetapi kalau mau mengubah memerlukan prosedur dan makan biaya.
Kecuali itu kata “dogmatis” digunakan untuk menunjukkan metode tertentu, yaitu metode sintetis. Para ahli hukum perdata Perancis membedakan dua cara untuk mmenjelaskan materu yuridis, yaitu metode sintesis atau dogmatis dan metode analisis atau exegetis.
Metode sintesis adalah metode menggabungkan, yaitu suatu penalaran yang menggabungkan dua premisse sehingga menjadi suatu kesimpulan yang berbentuk suatu silogisme. Barangsiapa mencuri dihukum. Suto mencuri, maka Suto dihukum. Sebaliknya suatu analisis itu merupakan penalaran yang memisahkan.
Suto dihukum oleh karena ada ketentuan bahwa siapa mencuri dihukum.
Ada yang bependapat bahwa ilmu hukum atau dogmatik hukum itu tidak mengenal metode analisis dalam pengertian analisis kritis, tetapi penjelasan atau penafsiran oleh karena pertanyaan-pertanyaan di dalam ilmu hukum hanya dapat dijawab oleh atau didalam hukum positif saja.
b. Ilmu hukum bersifat normatif
Ilmu hukum disebut sebagai ilmu hukum normatif oleh karena objeknya terdiri dari norma atau kaedah
c. Ilmu hukum bersifat hermeneutis
Ilmu hukum bersifat menafsirkan. Dalam hal ini dikenal beberapa metode penemuan hukum. Tidak jarang bahwa metode interpretasi, argumentasi dan konstruksi hukum dianggap sebagai metode ilmu hukum. Metode penemuan hukum tersebut lebih merupakan metode yang digunakan dalam praktek hukum.
d. Ilmu hukum berorientasi yurisprudensial
Ilmu hukum merupakan ilmu hukum peradilan {rechtspraak wetenschap). Dengan demikian ilmu hukum itu berorientasi kepada yurisprudensi.


Menurut Paul Scholten (G.J.Scholten, 1949: 298) hukum dapat dilihat dari 3 segi yang kesemuanya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tetapi harus dipisahkan satu sama lain.
Pertama metode yang melihat hukum sebagai perilaku dan pertimbangan manusia yang mencoba menjelaskan secara historis-sosiologis kenyataan berhubungan dengan fenomena-fenomena lain. Ini merupakan metode sejarah hukum dan sosiologi hukum. Metode ini menanyakan tentang terjadinya pranata dan gambaran-gambaran hukum, menjelaskan terjadinya secara causaal-genetis.
Yang kedua adalah metode yuridis yang sesungguhnya yang melihat peraturan yang berlaku sebagai suatu kesatuan yang berarti yang dijelaskan dari dirinya sendiri. Metode ini tidak menanyakan bagaimana terjadinya hukum, tetapi “apakah hukum itu?” dan sekaligus menjawab pertanyaan “apa yang sah?”. Apakah dalam konkretonya dalam hubungan tertentu harus terjadi menurut hukum? Bukan causaal-genetis, tetapi logis-sistematis.
Akhirnya adalah metode yang menilai hukum yang tidak menanyakan apa hukum itu, tetapi “apa hukum itu seharusnya” dan ukurannya diterapkan pada hukum yang berlaku. Ini merupakan metode filsafat hukum. Ia menanyakan tentang “hukumnya hukum” atau “keadilan”.



DAFTAR ACUAN

Bakker, Anton-, 1984, Metode metode filsafat, Ghalia Indonesia
Salam, Burhanuddin, H.- 1988, Logika Formal, Bina aksara, Jakarta
Suriasumantri, Jujun S.-, 1984, Filsafat Ilmu sebuah pengantar, Penerbit Sinar Harapan
Scholten, Paul -, 1945, De stuctuur der rechtswetenschappen, NV Noordhollandsche Uitgevers Matschappij, Amsterdam
Scholten, Paul-, Recht en gerechtigheid dalam G. J. Scholten ed., Verzamelde Geschriften van wijlen Paul Scholten
Scholten, G. J.-, ed., 1949, Verzamelde Geschriften van wijlen Prof. Mr. Paul Scholten, NV Uitgevers-Maatschappij, W.E.J.Tjeenk Willink, Zwolle
Velden, W.G. van der-, 1988, disertasi, De ontwikkeling van de wetgevingswetenschap, Koninklijke Vermande B.V., Lellystad

Yogyakarta, 16 Desember 2006

Diskusi di Fakultas Hukum UGM

3 komentar:

Sumain mengatakan...

trima kasih prof

anis ibrahim mengatakan...

Maaf prof. dalam beberapa pendapat sarjana dari barat, masih ada ilmu hukum berikutnya: ILMU HUKUM EMPIRIK.

Menuju Software Terbaru mengatakan...

Assalamu'alaikum Prof, mohon izin bertanya, apakah di negara kita indonesia ini masih rentan dengan hukum yang disalah gunakan demi memenuhi keinginan seseorang meski sebenarnya Kita tau itu salah, mohon untuk penjelasaannya, terimakasih