Oleh
Prof.
Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Didalam masyarakat setiap manusia
selalu mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, baik kepentingan yang bersifat
individual, maupun kepentingan golongan (manusia didalam kelompok).
Baik kepentingan yang bersifat
individual maupun yang bersifat kelompok atau golongan selalu terancam oleh
bahaya, baik yang datangnya dari luar maupun dari sesama manusia sendiri.
Betapa tidak, setiap manusia boleh dikatakan selalu memiliki suatu harta
kekayaan yang berupa pakaian, bahan makanan, rumah dan sebagainya, ia mungkin
mempunyai istri atau anak atau ia termasuk atau terikat dalam suatu kelompok
atau golongan. Itu semuanya merupakan kepentingan manusia yang selalu terancam
oleh bahaya, bahaya terhadap pengerusakan atau pencurian oleh sesame manusia
terhadap harta miliknya, bahaya terhadap penculikan anaknya, bahaya terhadap
perzinahan atau pemerkosaan terhadap istrinya, bahaya terhadap serangan oleh
golongan lain terhadap kelompoknya, bahaya terhadap bencana alam yang mengancam
manusia didalam kelompok.
Maka oleh karena itu kepentingan
–kepentingan manusia baik sebagai individu maupun kelompok tersebut haruslah dilindungi terhadap
bahaya-bahaya yang mengancam.
Dan untuk dapat melindungi
kepentingan manusia itu perlu adanya ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan hidup tentang bagaimana seharusnya manusia itu berbuat, yang
kita sebut kaidah atau norma. Jadi kaidah atau norma tidak lain adalah
peraturan hidup yang merupakan pedoman yang bersifat mentertibkan atau
mengatur.
Akan tetapi kaidah ini tidak sekedar
hanya mentertibkan atau mengatur saja, tetapi diserti juga akibat atau ancaman
yang bersifat memaksa apabila norma atau peraturan hidup itu dilanggar, yang
lazim disebut sangsi.
Jadi siapa yang melanggar kaidah
atau norma ia terkena sangsinya. Siapa yang mencuri dihukum. Kalau A mencuri
maka ia harus dihukum. Siapa yang berhutang harus melunasinya. Kalau X berhutang
dan kemudian ia tidak melunasi hutangnya maka ia wajib(dihukum) melunasi hutangnya.
Norma atau peraturan hidup dengan
sangsi yang bersifat memaksa inilah yang disebut hukum. hukum dapat berwujud
peraturan tertulis maupun tidak tertulis.
Jadi hukum pada hakekatnya adalah
perlindungan kepentingan daripada manusia. Fungsinya adalah untuk mentertibkan
atau mengatur dan tidak selamanya identik atau jumbu dengan keadilan. Bahwa
kita harus mengendarai kendaraan kita disebelah kiri jalan itu merupakan
peraturan hukum, dan hal itu tidak berarti bahwa tidak adil untuk berjalan
disebelah kanan jalan. Ketentuan itu hanyalah sekedar mentertibkan atau
mengatur saja.
Hukum merupakan pedoman tentang
bagaimana kita harus berbuat. Dalam kita hendak berbuat kita harus berpedoman
kepada hukum. Jadi hukum itu adanya untuk kepentingan manusia dan bukan sebaliknya
adanya kehidupan manusia itu untuk kepentingan hukum.
Manusia adalah makluk yang hidup,
yang bergerak, yang dinamis, maka oleh karena itu hukum harus pula mengikuti
perubahan kehidupan manusia bukan sebagai makluk perseorangan melainkan sebagai
masyarakat, kalau hukum sungguh-sungguh hendak berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan manusia. Kalau kebalikannya yang terjadi, yaitu masyarakatnya
perubah hukumnya tetap statis tetapi tetap mempunyai kekuatan berlaku, maka
manusia menjadi budaknya hukum.
Tidak jarang terjadi bahwa hukum
ketinggalan dengan perkembangan masyarakat, tetapi masih tetap berlaku. Dalam
hal itu hukum masih tetap berlaku tetapi telah ketinggalan itu haruslah
ditafsirkan dengan menyesuaikan dengan keadaan masyarakat. Dalam hal ini tidak
boleh kita semata-mata hanya mengikat diri dengan bunyi dari pada kata-kata
dari peraturan hukum itu, tetapi peraturan hukum itu haruslah ditafsirkan
menurut maksud atau tujuannya dan disesuaikan dengan keadaan. Pada kesempatan
ini memang seringterjadi penyelewengan-penyelewengan dengan menyalahgunakan
penafsiran, yaitu menafsirkan peraturan hukum sedemikian dengan tujuan
menguntungan perseorangan atau golongan. Pelaksanaan hukum oleh orang yang
tidak berwenang, yang berarti melampaui batas wewenangnya, merupakan
penyelewengan juga.
Hukum sebagai pedoman bagaimana kita
seharusnya berbuat harus dilaksanakan dan ditaati kalau kita menginginkan
kepentingan-kepentingan kita terlindungi terhadap ancaman-ancaman bahaya yang
ada, baik kepentingan-kepentingan yang bersifat perseorangan maupun yang
bersifat kelompok. Sebagai warga Negara kita diberi berbagai hak antara lain
hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintah, hak mengeluarkan
pendapat, beragama dsb. Tetapi sebaliknya disamping adanya hak juga ada
kewajiban, yang tidak hanya dibebankan kepada golongan tertentu saja, tetapi
kepada semua warga Negara, yaitu untuk mentaati dan menjalankan atau
melaksanakan peraturan hukum.
Setiap hari setiap orang
melaksanakan hukum, baik ia ada di kota besar atau pelosok. Bahkan seringkali
tanpa kita sadari kita melaksanakan hukum. Kalau kita membeli rokok, naik
becak, membeli tiket kereta api, melakukan hutang piutang, memeriksakan
kesehatan kita kedokter, maka kita melakukan perbuatan hukum, yang berarti
melaksanakan hukum juga. Demikian pula seorang polisi melaksanakan hukum
apabila ia mengatur lalu lintas, menghentikan kendaraan, menangkap atau menahan
seseorang yang dicurigai.
Hukum tidak hanya sekedar harus
dilaksanakan saja, tetapi juga harus ditaati, ditegakkan atau dipertahankan
berlakunya, terutama apabila terjadi perlanggaran hukum.
Seperti yang telah kita ketahui,
maka hukum adalah merupakan perlindungan kepentingan dari pada manusia. Akan
tetapi suatu masyarakat itu tidak hanya terdiri dari satu dua manusia saja,
tetapi ribuan bahkan jutaan. Dan masing-masing manusia mempunyai kepentingan
sendiri-sendiri. Maka tidak mustahil bahwa kepentingan-kepentingan itu saling
berhadapan, saling bergeseran dan saling bertentangan. Kalau sampai terjadi
pertentangan atau pergeseran kepentingan maka salah satu pihak merasa tidak
terlindungi kepentingannya dan merasa dirugikan sehingga minta perlindungan.
Kepentingan orang yang meminjamkan uang kepada orang lain ialah dikembalikannya
uang itu pada suatu ketika. Kala yang meminjam uang tidak mengembalikan uang
pada waktu yang telah ditentukan atau tidak mau mengembalikan, maka yang
meminjamkan uang dirugikan dan berkepentingan bahwa uangnya dikembalikan. Kalau
seseorang kecurian barang miliknya, maka ia berkepentingan bahwa barangnya itu
kembali kepadanya. Kalau pembeli tidak mau membayar maka penjual dirugikan : ia
berkepentingan kalau harga barang dibayarkan kepadanya.
Pada contoh-contoh seperti yang disebutkan
diatas maka kepentingan orang terserang, yang berate perlindungan kepentingan
manusia atau hukum dilanggar.
Kalau terjadi pelanggaran hukum,
maka hukum harus ditegakkan, harus dipertahankan berlakunya, harus tetap
dilaksanakan. Kalau terjadi pelanggaran hukum maka timbullah ketidak seimbangan
kepentingan yang perlu dipulihkan kembali.
Kalau pelaksanaan hukum dalam hal
tidak ada pelanggaran hukum atau sengketa dilakukan oleh setiap orang dan tidak
merupakan monopoli pejabat-pejabat tertentu, maka pelaksanaan hukum dalam hal
ada pelanggaran hukum atau sengketa adalah wewenang hakim atau pengadilan.
Bukan wewenag setiap orang untuk
mengadakan pengusutan, penangkapan, penahanan dsb. Bukan pula wewenang setiap
orang memeriksa, mengadili, member hak, hukum atau hukumannya.
Dalam kita menegakkan hukum kita
tidak boleh bertindak menurut kehendak kita sendiri, agar kepentingan kita
terlindungi. Kita tidak boleh menghakimi sendiri atau melakukan aksi sepihak,
dengan misalnya memukuli pencuri yang telah kita tangkap dan ternyata mencuri
barang milik kita, atau menahan orang tidak mau melunasi hutangnya kepada kita.
Penyelesaian dengan jalan damai,
tidak dengan kekerasan selalu dimungkinkan dan tidak bertentangan dengan hukum.
Hakimlah yang diberi wewenang untuk menegakkan hukum dalam hal ada pelanggaran
hukum. Hakimlah yang wenang untuk memeriksa serta menentukan hak, hukum atau
hukumannya didalam putusan yang bersifat mengikat.
Kalau ada pelanggaran hukum, kalau
seseorang merasa dirugikan karena kepentingan terserang, kalau timbul suatu
sengketa dan tidak dapat diselesaikan dengan damai, maka pihak yang dirugikan
itu dapat mengajukan tuntutan hak kepada
pengadilan. Pihak yang dirugikan memohon kepada pengadilan agar kepentingan
dilindungi(ia mohon keadilan).
Dalam hal hakim memeriksa dan
mengadili suatu perkara tau sengketa, maka ia mempertahankan atau menegakkan
hukum yang telah dilanggar(ia melaksanakan hukum juga). Pelaksanaan hukum oleh
hakim bukan hanya semata-mata berarti penciptakan hukum baru. Hakim seperti
halnya pembentuk undang-undang (DPR) adalah pembentuk hukum. Sehingga dalam
pembangunan hukum Indonesia hakim dan pembentuk undang-undang mempunyai peranan
yang tidak kecil.
Apa yang diputus oleh hakim dianggap
benar dan yang bersangkutan, yaitu terhukum atau para pihak terikat untuk
mentaatinya. Meskipun putusan pengadilan itu dianggap benar sendiri, maka pihak
yang dikalahkan atau dihukum akan berpendapat bahwa putusannya itu tidak tepat
atau tidak adil.
Apabila setiap orang mau
melaksanakan atau mentaati hukum kiranya akan berkuranglah tuntutan hak yang
diajukan ke pengadilan.
Yogyakarta,
22 Oktober 2006
4 komentar:
Hukum harus ditegakan dan tuntaskan sampai ke akar-akarnya.
Salam prof,
Kalau ada kalimat "kepentingan hukum dalam undang-undang' ,
itu maksudnya apa ya prof ? Saya masih kurang begitu faham, mohon penjelasan dari sudut pandang professor, wassalam
well noted Prof, bila berkenan bolehkah sy bertanya :
1. punyakah standarisasi putusan bagi para hakim, mengingat
kok kenyataannya beda hakim beda (bahkan ada yg sampai fatal bedanya)putusan pd kasus sama/sejenis...
mohon pencerahan....
2. Adakah istilah malputusan bagi profesi hakim(seperti istilah malpraktek pada profesi dokter), mengingat hakim tidak selalu benar dan baik.
terima kasih
Hukum menurut pelaksanaanya apa aja ya? Terimakasih
Posting Komentar