Karya
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo,S.H.
Untuk memenuhi permintaan konsorsium
ilmu hukum melalui suratnya tertanggal 13 januari 1982 dengan ini disajikan
sekelumit pemikiran mengenai materi dan pengajaran mata kuliah pengantar ilmu
hukum dan pengantar tata hukum Indonesia serta beberapa problematikanya yang
timbul.
Yang sering menjadi masalah ialah:
apa yang harus diberikan dalam mata kuliah PIH dan PTHI pada fakultas hukum?
Apakah dalam member PIH harus pula diberikan hukum positif ataukan hukum
positif itu diserahkan kepada PTHI saja? Apakah PIH itu hanya memberikan
pengetahuan teoritis semata-mata atau ada juga ketrampilan yang diberikan?
Di Nederlands dewasa ini ada
kecenderungan untuk meninggalkan “Inleiding van het recht” yang lebih bersifat
positif(lihat van Apeldorn) dan condong kembali “encycloped van de
rechtsgeleerdheid” yang lebih bersifat teoritis filosofis, sekalipun nama yang
digunakan untuk mata kuliah ini tetap “inleiding”.
PIH dan PTHI merupakan pengetahuan
dasar yang harus dimiliki dan dikuasai oleh para mahasiswa fakultas hukum
tingkat pertama untuk memperoleh gambaran tentang hukum dan tata hukum
Indonesia agar dapat mengikuti serta mendalami kuliah-kuliah selanjutnya.
Pendidikan pada fakultas hukum
merupakan pendidikan tinggi yang tidak semata-mata hanya memberikan atau
menanamkan pengetahuan praktis atau ketrampilan saja, tetapi ilmu pengetahuan
hukum. Oleh karena itu harus dibedakan dari pendidikan tinggi kejuruan, yang
bertujuan menghasilkan sarjana yang dipersiapkan akan menduduki fungsi-fungsi
didalam masyarakat.
Apa yang akan dihasilkan oleh
fakultas hukum adalah sarjana hukum dasar yang kritis, kreatif dan dapat
berdiri sendiri dalam merumuskan masalah, memecahkan dan mengambil keputusan.
Sejak permulaan studinya mahasiswa
fakultas hukum sudah harus belajar merumuskan masalah hukum dengan baik dan
memecahkan serta harus dapat mengambil keputusan.
Kuliah PIH dan PTHI pada fakultas
hukum mempunyai pretense ilmiah.
Dari istilahnya sendiri telah jelas
bahwa PIH dan PTHI merupakan matakuliah dasar. Dengan kuliah PIH dan PTHI para
mahasiswa fakultas hukum diantarkan memasuki dan mengenal lapangan ilmu hukum
dan tata hukum Indonesia.
Sekalipun materi/obyek kedua mata
kuliah itu berbeda namun tidak dapat dihindari adanya overlapping
(tumpang-tindih) dalam pemberian kuliah. Akan tetapi overlapping ini tidak
hanyan terdapat antara PIH dan PTHI saja, tetapi juga antara PIH/PTHI disatu
pihak dan mata kuliah azas atau hukum dipihak lain. Sekalipun overlapping ini
kadang-kadang perlu juga, namun demi effisiensi perlu ada koordinasi agar tidak
terjadi overlapping yang berlebihan.
Karena PIH dan PTHI merupakan
pengetahuan dasar bagi mahasiswa fakultas hukum, maka harus member gambaran
menyeluruh tentang lapangan ilmu hukum dan tata hukum Indonesia. Jadi sifatnya
umum dan tidak mendalami bidang-bidang tertentu secara mendetail.
PIH khususnya bertujuan memberikan
pengetahuandan pandangan dalam masalah fundamental tentang sifat dan fungsi
hukum serta tentang sistem hukum Indonesia yang berlaku sebagai keseluruhan
dengan member pengetahuan azasi tentang hukum: apa hukum itu, raison d’etrenya,
tujuannya. Sumbernya, cara menemukannya, pelaksanaannya, pembagiannya dan
sebagainya.
PIH harus memberi pengetahuan dan
pandangan juga tentang ilmu pengetahuan lainnya yang membantu ilmu hukum dan
juga mengenai letaknya dalam dunia ilmu pengetahuan pada umumnya.
PIH bertujuan pula agar mahasiswa
fakultas hukum mengembangkan pandangannya yang kritis yang bertubungan dengan
kesatuan antara masalah fundamental hukum yang berlaku dan kenyataan
masyarakat.
Dengan mempelajari PIH mahasiswa
fakultas hukum harus dapat menguasai ketrampilan teknis yang sangat diperlukan
dalam studi hukum dan praktek hukum. Mahasiswa harus dapat menggunakan peraturan-peraturan
dan pengertian-pengertian hukum yang didapat dari kuliah. Ia harus dapat
mencari, membaca dan menggunakan undang-undang serta yurisprudensi dan harus
pula melihat hukum tidak hanya sebagi kumpulan undang-undang, tetapi sebagi
satu sistem dan sebagai fenomena masyarakat.
Mempelajari hukum pada hakekatnya
meliputi tiga hal dalam garis besarny, yaitu mengenai kaedah, sistem hukum dan
penemuan hukum. Untuk dapat memahami
atau mendalami hukum suatu Negara kita
harus mendalami kaedah-kaedah atau peraturan-peraturan dalam Negara tersebut.
Hukum itu merupakan satu sistem, maka harus kita ketahui pula apa sistem itu.
Akhirnya penemuan hukum harus dikuasai juga karena kaedah atau peraturan
hukumnya tidaklah lengkap dan sering juga tidak jelas. Oleh karena itu harus
dicari atau ditemukan hukumnya. Untuk mengetahui atau mencari huknya perlu
diketahui cara penemuan hukum.
Hafal undang-undang dasar suatu Negara
belumlah dapat dikatakan sudah mengenal atau menguasai hukum Negara tersebut.
Kalau seseorang ingin menepuk dada bahwa ia telah menguasai atau mendalami
hukum suatu Negara, maka ia harus mengenal sistem hukumnya, metode penemuan
hukumnya di samping menguasai pula kaedah atau peraturan-peraturannya. Sudah
hal ini tidak berati bahwa ia harus hafal semua peraturan yang ada yang mungkin
berjumlah ribuan.
Oleh karena itu silabus PIH dalam
garis besarnya harus meliputi tentang kaedah (ini meliputi kedudukan manusia di
dalam masyarakat, fungsi, arti dan jenis-jenis kaedah, apa hukum itu,
tujuannya, tugasmnya sumbernya, cara menemukannya, pelaksanaannya, pembagian
atau klasifikasi dan sebaginya), tentang sistem hukum ( unsur-unsur, pembagian, pelbagai macam
sistem hukum dan sebagainya) dan penemuan hukum (ini meliputi metode seperti
metode interpretasi dan sebagainya).
Unsur-unsur fundamental dalam hukum
yang perlu dibicarakan dalam PIH ialah tentang Negara, orang, harta kekayaan
dan pidana. Sudah tentu dalam membicarakan keempat unsur fundamental itu hanya
mengani azas-azasnya saja, sebab kalau terlalu mendalam akan terjadi
overlapping dengan azas-azas hukum tata Negara, hukum perdata dan hukum pidana.
Tidak boleh dilupakan mengenai ilmu
hukum dalam dunia ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu lainnya yang membantu ilmu
hukum.
Seperti yang ternyata diatas PIH materinya
luas dan bersifat umum. Masalahnya sekarang ialah apakah dengan sistem kredit
yang dianut oleh fakultas hukum materi PIH seluas itu dapat diberikan kepada
para mahasiswa Fakultas Hukum secara memuaskan. Perlu mendapat perhatian bahwa
jumlah mahasiswa setiap tahun makin meningkat dan minat untuk menjadi dosen
kurang kalau tidak boleh dikatkan tidak ada sedang buku-buku memadai tidak
banyak tersedia.
PIH itu bersifat luas dan
menyeluruh. Pengertian-pengertiannya pada umumnya bersifat azasi dan abstrak.
Oleh karena itu PIH dan juga PTHI harus diberikan oleh seorang dosen yang sudah
berpengalaman, seorang dosen senior. Ia harus mempunyai parate kennis yang
cukup dan pandai mencari atau memberikan contoh-contoh yang up to date. Ini
hanya dapat diberikan seorang dosen senior yang berpengalaman.
Pemberian PIH dan juga PTHI
dilakukan dengan kuliah tatap muka secara doctrinaire dilengkapi dengan res
cottidianae(peristiwa sehari-hari). Karena materinya abstrak dan untuk lebih
memudahkan mahasiswa memahami PIH sebaiknya diusahakan visualisasi : missal
mengenai bentuk undang-undang, lembaran Negara, putusan pengadilan dan
sebagainya.
Agar mahasiswa fakultas hukum dapat
menggunakan peraturan-peraturan dan pengertian-pengertian hukum yang didapat
dari kuliah, maka ia harus dilatih untuk mencari dan membaca serta menggunakan
undang-undang dan yurisprudensi. Tidak kurang pentingnya ialah pelatihan
berfikir secara yuridis.
Mengenai bahan bacaan bagi para
mahasiswa fakultas hukum perlu dipikirkan diterbitkan buku kumpulan
undang-undang semacam engelbrecht, yang anatara lain berisi UU dasar,
terjemahan algemene bepalingen van wetgeving, UU pokok dan peraturan-peraturan
lainnya yang sekiranya diperlukan untuk pemberian PIH. Untuk mengenal bentuk
dan isi putusan-putusan pengadilan, yurisprudensi perlu dimasukkan bahan bacaan
wajib.
PTHI
mengantarkan mahasiswa memasuki/mempelajari tata hukum indonesia yang sedang
berlaku. Berbeda dengan PIH maka pendekatannya disini adalah positif. Hal ini
tidak menutup kemungkinan pendekatan secara historis, karena hukum itu adalah “Historisch
bestimmt” dan demi jelasnya bagi mahasiswa. Materi kuliah PTHI lebih konkrit
sifatnya dari pada PIH.
PTHI
bertujuan memberikan pengetahuan dan pandangan yang bersifat menyeluruh tentang
tata hukum indonesia. Seperti halnya dengan PIH disinipun sifatnya umum tetapi
lebih konkrit karena telah memasuki bidang-bidang hukum. Yang merupakan topik
sentral dalam PTHI adalah pembagian bidang-bidang hukum menjadi : hukum tata
negara, tata pemerintahan (termasuk dibicarakan dalam hukum tata negara aialah
kekuasaan kehakiman, susunan dan lingkungan peradilan), hukum perdata : BW,
Islam dan adat (yang terakhir ini perlu mendapat tempat tersendiri), hukum
dagang, hukum pidana, hukum acara baik perdata maupun pidana, hukum agraria,
hukum perburuan, hukum international publik maupun perdata, hukum antar tata
hukum dengan tidak menutup kemungkinan timbul bidang hukum baru seperti hukum
lingkungan dan sebagainya. Itu semua dibicarakan secara umum menyeluruh dan
hanya azas-azasnya saja sebagai pengantar untuk mendalami azas-azas hukum yang
bersangkutan. Disinipun tidak akan terhindar terjadinya overlapping dalam
memberikan dengan mata kuliah azas.
Dalam membicarakan
bidang-bidang hukum tersebut tidak dapat lepas dari perundang-undangan,
sehingga mahasiswa harus tahu pula tentang sistem perundang-undangan,
jenis-jenis peraturan perundang-undangan dan sebgainya.
Dengan PTHI
mahasiswa fakultas hukum diberi pengertian tentang apakah kedudukan, hak serta
kewajiban seorang (warga negara) dalam masyarakat (negara), perbuatan manakah
yang (menurut) hukum dan yang mana yang melawan atau melanggar hukum, bagaimana
caranya mengajukan tuntutan hak, bagaimana cara mengajukan pengaduan dan
sebagainya.
PTHI pada fakultas hukum merupakan mata kuliah dasar yang
sifatnya menyeluruh dan umum. Oleh karena itu seperti halnya dengan PIH dan
PTHI harus diberikan oleh seorang dosen yang senior dan berpengalaman. Dalam memberi
PTHI dosen dituntut untuk mempunyai/menguasai parate yang cukup, penguasaan
peraturan perundang-undangan yang luas.
Yogyakarta, 30 Januari 1982