Oleh :
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Moral
berhubungan dengan manusia sebagai individu sedangkan hukum(kebiasaan, sopan
santun) berhubungan dengan manusia sebagai makluk sosial.
Antara
hukum dan moral terdapat perbedaan dalam hal tujuan, isi, asal cara menjamin
pelaksanaannya dan daya kerjanya.
1.
Perbedaan antara moral dan hukum dalam
hal tujuan:
a. Tujuan
moral adalah menyempurnaan manusia sebagai individu.
b. Tujuan
hukum adalah ketertiban masyarakat
2.
Perbedaan antara moral dan hukum dalam
han isi :
a. Moral
yang bertujuan penyempuraan manusia berisi atau memberi peraturan-peraturan
yang bersifat batiniah(ditujukan kepada sikap lahir).
b. Hukum
memberi peraturan-peraturan bagi perilaku lahiriah.
Perbedaan diatas
pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Kant. Batasan perbedaan tersebut jangan
dilihat terlalu tajam, karena hukum tidak semata-mata (mutlak) memperhatikan
tindakan-tindakan lahiriah saja, demikian pula moral tidak hanya memperhatikan
perilaku batiniah saja.
Penjelasan bahwa hukum
menghukum mereka yang melakukan delik hanya apabila perbuatannya itu dapat
dipertanggung jawabkan, yaitu kalau ada kesalahan. Itupun masih dibedakan ada
kesenjangan atau kelalaian atau tidak. Demikian pula hukum memberikan akibat
pada perbuatan yang dilakukan dengan iktikat baik atau tidak.
Apabila perbuatan
lahiriah orang itu sesuai dengan peraturan hukum, maka tidak akan ditanya
mengenai batinnya. Hukum sudah puas dengan perilaku lahiriah yang sesuai dengan
peraturan hukum(cogitationis poenam nemo
patitur: niemand worldt gestraft voor wat hij denkt).
Apabila seseorang
berbuat bertentangan dengan hukum maka baru akan dipertimbangkan juga sikap
batinnya. Perbuatan akan ditentukan oleh motief(alasan): contoh pria-wil.
Oorzaak: tujuan, motief.
Moral sebaliknya selalu
menanyakan tentang sikap sikap batin dan tidak puas dengan sikap lahir saja.
Kalau yang diperhatikan
hanya perbuatan yang memenuhi tuntutan hukum maka ada perbedaan tajam antara
hukum dan moral.
Tetapi kalau hubungan
dengan perbuatan yang bersifat melawan hukum, maka moral dan hukum itu saling
bertemu. Dalam hal perbuatan melawan hukum, moral dan hukum itu saling bertemu.
Disini moral dan hukum mempunyai bidang bersama. Perbedaan antara hukum dan
moral disini ialah bahwa jalan menuju ke bidang bersama itu bertentangan arah,
yaitu bagi hukum dari luar(dari perbuatan lahir) ke dalam(ke batiniah). Bagi
moral dari dalam keluar(gierke).
Pandangan ini agak
terlalu jauh. Pertemuan antara moral dan hukum dapat juga terjadi diluar
perbuatan melaan hukum.
Seringkali hukum harus
menghukum perbuatan yang timbul dari motif yang dibenarkan oleh moral. Ini
merupakan akibat perbedaan dalam tujuan antara hukum dan moral. Sebab syarat
untuk adanya kehidupan bersama yang lebih baik dengan yang baik dengan yang
ditentukan oleh moral bagi manusia sebagai individu. Contoh : pembunuhan atas
perintah komandan; sumpah diganti janji.
3.
Perbedaan antara moral dan hukum dalam
hal asalnya :
Menurut
Kant ada dua antara lain :
a) Moral
itu otonom
b) Hukum
itu heteronom(moral objektif atau positif)
Didalam hukum ada kekuasaan luar(kekuasaan diluar
“aku”) yaitu masyarakat yang memaksakan kehendak. Kita tunduk pada hukum diluar
kehendak kita. Hukum mengikat kita tanpa syarat. Sebaliknya perintah
batiniah(moral) itu merupakan syarat yang ditentukan oleh manusia sendiri.
Moral mengikat kita karena kehendak kita.
Hukum bertujuan tatanan
kehidupan bersama yang tertib. Tujuan ini hanya dapat dicapai apabila diatas
dan diluar manusia individual ada kekuasaan yang tidak memihak yang mengatur
bagaimana mereka harus bertindak satu sama lain.
Moral bertujuan
penyempurnaan manusia. Tujuan ini hanya dapat ditentukan oleh masing-masing
untuk dirinya sendiri.
Banyak yang menyangkal
sifat otonom dari moral.
Disamping ada moral
objektif atau moral positif(kebiasaan, sopan santun) ada moral otonom. Yang
terakhir ini adalah moral yang sesungguhnya.
4.
Perbedaan hukum dan moral dalam cara
menjamin pelaksanaannya.
Hukum
sebagai peraturan tentang perilaku yang bersifat heteronom berbeda dengan moral
dalam cara menjamin pelaksanaannya.
Moral
berakar dalam hati nurani manusia, berasal dari kekuasaan dari dalam diri
manusia. Disini tidak ada kekuasaan luar yang memaksa manusia mentaati perintah
moral. Paksaan lahir dan moral tidak mungkin disatukan. Hakikat perintah moral
adalah bahwa harus dijalankan dengan sukarela. Satu-satunya perintah kekuasaan
yang ada dibelakang moral adalah kekuasaan hati nurani manusia. Kekuasaan ini
tidak asing juga pada hukum, bahkan mempunyai peranan penting.
Pada
umumnya peraturan-peraturan hukum dilaksanakan secara sukarela oleh karena kita
dalam hati nurani kita merasa wajib. Hukum dalam pelaksaannya terdapat dukungan
moral.
Dasar
kekuasaan batiniah dari hukum ini dapat berbeda. Dapat terjadi karena isi
peraturan hukum memenuhi keyakinan batin kita. Akan tetapi dapat juga isi
peraturan hukum kita mematuhinya.
Dibelakang
hukum masih ada kekuasaan disamping hati nurani kita. Masyarakat yang
menerapkan peraturan-peraturan hukum itu mempunyai alat kekuasaan untuk
melaksanakan pelaksanaanya kalau tidak dilaksanakan.
Pelaksanaan
hukum tidak seperti moral yang hanya tergantung pada kekuasaan batiniah, tetapi
masih dipaksakan juga oleh alat-alat kekuasaan lahir/luar.
5.
Perbedaan hukum dan moral dalam daya
kerjanya.
Antara
hukum dan moral ada perbedaan dalam daya kerjanya.
Hukum
mempunyai 2 daya kerja : memberika hak dan kewajiban yang bersifat normatif dan
atributif. Moral hanya membebani manusia dengan kewajiban semata-mata Bersifat
normatif. Perbedaan ini merupakan penjabaran dari perbedaan tujuan.
Hukum
bertujuan tatanan kehidupan bersama yang tertib dan membebani manusia dengan
kewajiban demi manusia lain. Moral yang bertujuan penyempurnaan manusia
mengarahkan peraturan-peraturannya kedapa manusia sebagai individu demi manusia
itu sendiri.
Hukum
menuntut legalitas: yang dituntut adalah pelaksaan atau pentaatan kaedah
semata-mata.
Moral
(kesusilaan) menuntut moralitas: yang dituntut adalah perbuatan yang didorong
oleh rasa wajib.
Kewajiban
adalah beban kontraktual sedangkan tanggung jawab adalah beban moral.
Yogyakarta, 7 Desember 2004