Oleh :
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Di dunia ini manusialah yang bekuasa.Yang mengeksploitasi dan mengeksplorasi dunia ini adalah manusia. Karena kekuasaannya itulah maka manusia merupakan pusat atau titik sentral dari keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia ini. Dengan demikian manusia merupakan subjek dan bukan objek. Sebagai subjek manusia mempunyai kepentingan di dunia ini, mempunyai tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi atau dilaksanakan, mempunyai kebutuhan hidup.
Sejak manusia dilahirkan sampai meninggal, sejak dulu sampai sekarang, bahkan diwaktu mendatang, dimana-mana, yang mampu maupun yang tidak mampu, manussia selalu mempunyai kepentingan, mempunyai tuntutan atau kebutuhan yang diharapkan untuk dipenuhi.
Sewaktu masih bayi manusia membutuhkan air susu ibu, pakaian, kehangatan kasih sayang ibu, beranjak besar butuh bermain-main dengan teman-temannya, kemudian memerlukan sekolah, selanjutnya membutuhkan pekerjaan, pada saatnya nanti butuh kawin, sampai pada saat kematinannya ia berkepentingan untuk dimakamkan. Manusia mempunyai kepentingan untuk hidup.
Dalam kenyataanya kepentingan-kepentingan manusia selama ini selalu diancam atau diganggu oleh pelbagai bahaya, yang merupakan kendala untuk dapat dilaksanakan atau dipenuhinya harapannya.
Alam sering mengganggu kepentingan manusia dalam bentuk gempa bumi, banjir,
lumpur panas, tsunami, tanah longsor, angin ribut. Binatang buas yang mengganggu ketenangan hidup manusia seperti kawanan kera yang merusak panen, harimau yang masuk pemukiman meresahkan penduduk. Tetapi gangguan atau bahaya terhadap kepentingan manusia itu datangnya juga dari manusia sendiri: penipuan, pencurian, tabrak lari, perselingkuhan, perzinahan, penculikan, pembunuhan, kekerasan dan sebagainya.
Oleh karena kepentingan manusia selalu diganggu oleh bahaya disekelilingnya, maka manusia menginginkan adanya perlindungan terhadap kepentingan-kepentingannya, jangan sampai selalu diganggu oleh pelbagai bahaya tersebut. Maka kemudian terciptalah perlindungan kepentingan berbentuk kaedah sosial termasuk di dalamnya kaedah hukum.
Tatanan kaedah sosial dapat dibagi dua, yaitu kaedah sosial dengan aspek kehidupan pribadi dan kaedah socsial dengan apek kehidupan antar pribadi ( Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, SH,.MA Perihal kaedah hukum, Penerbit Aluni Bandung 1978)
Kaedah sosial dengan aspek kehidupan pribadi yaitu kaedah agama dan kaedah kesusilaan, sedangkan kaedah sosial dengan aspek kehidupan antar pribadi adalah kaedah sopan santun dan kaedah hukum.
Tujuan kaedah agama dan kaedah kesusilaan adalah agar manusia menjadi sempurna, agar supaya tidak ada manusia menjadi jahat. Kedua kaedah tersebut ditujukan kepada sikap batin manusia sebagai individu. Kalau kaedah sama ditujukan kepada iman, maka kaedah kesusilaan ditujukan kepada akhlak.
Dapatlah dikatakan bahwa rasio adanya hukum (raison d’etre-nya hukum) adalah conflict of human interest, karena adanya konflik kepentingan manusia.